Presiden Joko Widodo memberikan sambutannya dalam konferensi pers peresmian kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Gedung BKPM, Jakarta, 26 Januari 2015. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan, menyarankan Presiden Joko Widodo memiliki juru bicara. "Presiden perlu evaluasi ulang seorang juru bicara," kata Djayadi saat dihubungi, Kamis, 29 Januari 2015.
Djayadi menilai cara berkomunikasi tim kepemimpinan Jokowi kurang jelas. Contohnya, saat pengumuman kebijakan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera. Penjelasan terkait dengan kartu sakti tersebut simpang-siur. "Apakah anggaran kartu itu bersumber dari dana CSR atau APBN?" katanya. (Baca: Diminta Mundur Tim Jokowi, Budi Gunawan Bereaksi)
Contoh lain, ketika Jokowi mengangkat Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kepala Polri. Djayadi menuturkan narasumber di Istana tidak jelas menetapkan Badrodin sebagai Pelaksana Tugas Kapolri atau Wakil Kapolri yang menjalani tugas Kapolri. "Dari satu orang saja penjelasannya bisa berbeda," ujarnya. (Baca: 100 Hari Jokowi, Pengamat: Bidang Pertahanan Bagus)
Djayadi mengatakan tidak mungkin Presiden yang harus selalu memberikan penjelasan langsung. Ia yakin Jokowi dan para menterinya punya banyak pekerjaan. "Juru bicara bisa mempermudah komunikasi Presiden kepada publik," tuturnya. Ia juga meyakini wartawan yang berusaha mengklarifikasi berita akan lebih terbantu dengan adanya juru bicara dalam kabinet Jokowi. (Baca juga: Dampak KPK Vs Polri, Survei Jokowi Populer Hangus)