Tersangka penyelundupan bahan bakar minyak dan penyelundupan kayu, Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) Labora Sitorus (kedua dari kanan), sebelum memberikan keterangan terkait dengan dugaan kepemilikan rekening gendut di Jakarta, Jumat, 17 Mei 2013. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan transaksi Labora mencapai Rp 900 miliar sedangkan versi Polda Papua, transaksi Labora sejak 2007 sampai 2013 mencapai sekitar Rp 1,5 triliun. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus rekening gendut anggota Polres Raja Ampat, Labora Sitorus masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong, Provinsi Papua Barat. Kepala Lembaga Permasyarakatan Sorong, Papua Barat, Maliki Hasan mengatakan Labora keluar dari Lapas Sorong sejak 17 Maret 2014 lalu dengan alasan sakit dan akan berobat. "Kami saat ini sedang berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya. Kapan pun Labora dieksekusi, kami akan menerimanya," katanya, Kamis sore, 22 Januari 2015.
Saat itu, menurut Maliki, keluarga membawa Labora ke Rumah Sakit Angkatan Laut Sorong untuk berobat. Menurut hasil pemeriksaan dokter, Labora sakit pinggang dan kaki kanan kesemutan. Setelah berobat, Labora tak kembali lagi ke dalam Lapas Sorong. (Baca: PPATK Sesalkan Vonis "Ompong" LaboraSitorus)
"Tapi saya tak mengetahui alasan mengapa dia tak lagi kembali ke dalam lapas, sebab saya baru menjabat Kapala Lapas Sorong dua bulan lalu. Apalagi yang memberikan izin saat itu adalah Kalapas Sorong yang lama. Saya sendiri belum pernah bertemu dan mengetahui wajah Labora Sitorus," kata Maliki memberi alasan. (Baca: Badrodin Wakapolri, LaboraSitorus Baru Muncul)
Labora Sitorus, polisi berpangkat Aiptu itu memiliki rekening jumbo hingga Rp 1,5 triliun. Setelah melakukan penyidikan, Mabes Polri memblokir 60 rekening miliknya. Rekening itu sebagian atas nama Labora Sitorus, sebagian lagi bukan atas namanya.
Akibat perbuatannya itu, Labora Sitorus divonis Pengadilan Tipikor Sorong dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta pada akhir 2013. Dia hanya terbukti melakukan pembalakan hutan liar dan penimbunan bahan bakar minyak (BBM), sedangkan dakwaan lain yaitu tindak pidana pencucian uang tak terbukti.
Tapi Kejaksaan Tinggi Papua melakukan banding dan diputus delapan tahun penjara dan denda Rp 50 juta di Pengadilan Tinggi Papua. Vonis itu lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tipikor Sorong. Pengadilan Tinggi Papua menyatakan Labora terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.
Merasa tak puas divonis lebih berat, Labora Sitorus dan kuasa hukum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Tapi sayang kasasinya ditolak, dia justru mendapatkan penambahan hukuman menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider satu tahun kurungan. Putusan Mahkamah Agung tertanggal 17 September 2014 ini dikeluarkan pada Rabu, 18 September 2014 lalu.