Presiden Joko Widodo berbicara dengan prajurit TNI AL yang berjaga di pos saat meninjau wilayah perbatasan dengan memanjat pos menara tertinggi di Pulau Sebatik, 16 Desember 2014. SESKAB/Andi Widjajanto
TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut menghadapi tantangan mendasar dalam menjalankan patroli. "Kekurangan bahan bakar," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Manahan Simorangkir saat dihubungi Tempo, Jumat, 19 Desember 2014. (Baca: Menteri Susi Geram, Ada Nelayan Diusir Kapal Asing)
TNI Angkatan Laut mengalami kesulitan menyiasati kondisi tersebut. Sebagai konsekuensinya, kapal-kapal patroli membuang jangkar sambil menunggu informasi, tidak lagi berlayar memutari laut.
Menurut Manahan, kebutuhan bahan bakar setiap tipe kapal berbeda. Manahan memberi contoh, ada kapal yang membutuhkan 15 ton bahan bakar setiap jam. Jadi, untuk bisa berpatroli 24 jam dalam satu hari, diperlukan 300 ton bahan bakar untuk satu kapal. "Memang tidak murah," ujar Manahan, tanpa merinci detail anggaran yang dikucurkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk bahan bakar kapal.
Saat ini TNI AL baru mendapat dukungan 30-40 persen untuk total kebutuhan bahan bakar. TNI AL selalu mengajukan kuantum atau kuota kebutuhan bahan bakar kapal. Namun yang diberikan negara adalah anggaran dalam rupiah. "Sehingga, kalau harga naik, dolar naik, bahan bakar juga berubah," tutur Manahan.
RI Bakal Gelar Forum Negara Pulau dan Kepulauan, Bahas Isu Iklim hingga Pencemaran
20 Juli 2023
RI Bakal Gelar Forum Negara Pulau dan Kepulauan, Bahas Isu Iklim hingga Pencemaran
Pemerintah akan menggelar Forum Negara Pulau dan Kepulauan (Archipelagic and Island States/Ais Forum) pada 10-11 Oktober 2023 di Bali. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Kemenko Marves menyebut, forum tersebut akan menghadirkan delegasi dari 51 negara anggota Ais Forum.