Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun (kanan) menghadiri pembacaan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) tentang pengungkapan data nama-nama pemilik rekening gendut petinggi kepolisian dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (8/2). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO,Jakarta - Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menyatakan tidak kaget dengan banyaknya kepala daerah yang memiliki rekening mencurigakan. "Kami tidak kaget karena itu sesuai dengan riset ICW," kata dia di sela-sela acara peringatan hari antikorupsi di Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, 14 Desember 2014.
Berdasarkan riset ICW, 90 persen kasus korupsi di Indonesia terjadi di daerah, mencakup tingkat provinsi dan kabupaten serta kota. "Kepala daerah kadang kekuasaannya mengerikan. Kadang malah membentuk raja-raja kecil seperti kasus Atut dan Fuad Amin," katanya. (Baca: Ditanya Rekening Gendut, Alex Noerdin Ngakak)
Selain itu, pengawasan yang sangat kurang juga menjadi alasan kepala daerah menyeleweng. "Kepala daerah itu berani karena mereka pikir jauh dari pusat jadi tidak akan ketahuan. Apalagi tidak ada media atau pengawasan publik luas langsung ke sana," ujar Ade.
Aliran dana di daerah, kata Ade, bisa berasal dari dua pihak, yakni pengusaha atau birokrasi. "Kejaksaan tinggi di daerah juga harus berani bertindak mengawasi betul birokrat di daerahnya masing-masing," katanya. (Baca: Perusahaan Fiktif, Modus Kirim Dana Rekening Gendut)
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono berjanji mengusut tuntas temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ihwal transaksi mencurigakan di rekening delapan kepala daerah. Beberapa temuan itu, kata Widyo, sudah lama diusut dan mulai mendekati proses penyidikan. (Baca: Benarkah Foke Diincar KPK di Kasus Rekening Gendut?)