Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly di halaman Istana Merdeka, Jakarta, 26 Oktober 2014. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO,Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mempertanyakan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang dikeluarkan kemarin. Dalam pernyataan lewat media sosial Twitter itu, SBY merasa partai pendukung Prabowo Subianto telah mengingkari kesepakatan untuk menyetujui peraturan pemerintah penggganti undang-undang tentang pemilihan kepala daerah langsung.
Yasonna ragu partai Koalisi Prabowo, khususnya Golkar, benar-benar mengkhianati Partai Demokrat. "Itulah hebatnya. Kalau saya melihatnya apa iya Demokrat merasa dikhianati? Sejak awal saja dia pengkhianat duluan, bagaimana?" kata Yasonna di kantornya, Jumat, 5 Desember 2014.
Caranya, Yasonna melanjutkan, SBY memerintahkan Fraksi Partai Demokrat bergabung dengan Koalisi Jokowi. Namun, kenyataannya, saat sidang paripurna membahas rancangan undang-undang tersebut digelar, Fraksi Demokrat yang dipimpin Nurhayati Ali Assegaf justru walk-out.
Seperti diberitakan, SBY dalam cuitannya di Twitter menilai Partai Golkar telah melanggar nota perjanjian yang disepakati saat Demokrat hendak bergabung dengan koalisi pendukung Prabowo untuk memenangi voting paket pimpinan DPR.
Atas perubahan sikap Golkar itulah SBY menyeru pimpinan partainya agar merapat ke Koalisi Jokowi supaya perpu pilkada tidak ditolak DPR, yang akan mulai membahas perpu tersebut seusai reses pada 12 Januari mendatang.
Yasonna mengatakan SBY seharusnya belajar dari pengalamannya selama sepuluh tahun menjabat presiden. Menurut dia, SBY kerap dikhianati koalisinya sewaktu menjadi presiden. Namun Yasonna mengakui bahwa sikap partai anggota koalisi bisa tidak selalu sama. (Baca: Jokowi Untung Golkar Tolak Perpu Pilkada, Kok Bisa?)
"Itu kan berulang-ulang. Masak, enggak belajar dari situ," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.