Suryadharma Ali (kedua kanan), bersama Hatta Rajasa (kiri), Prabowo Subijanto (kedua kiri) dan Aburizal Bakrie (kanan) menghadiri Muktamar ke VIII PPP di Jakarta, 30 Oktober 2014. Muktamar ini berlangsung dari 30 Oktober hingga 2 November. ANTARA/Vitalis Yogi Trisna
TEMPO.CO, Jakarta - Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan versi Suryadharma Ali masih membahas anggaran dasar di Hotel Grand Sahid, Jakarta, 1 November 2014. Saat ini peserta menggodok pasal 15. "Pasal 15 ini membahas komposisi pengurus harian," kata Sunardi, pemimpin muktamar dari Situbondo, Jawa Timur. (Baca: Muktamar PPP Kubu SDA Sempat Ricuh)
Pembahasan pasal 15 sempat berjalan alot. Seorang peserta menyarankan tidak adanya wakil ketua. Menurut muktamirin itu, apabila ketua umum mengalami masalah dan harus melepaskan jabatannya, pemilihan ketua akan dikembalikan ke muktamar, bukan langsung dijabat oleh seorang wakil ketua. (Baca: Konflik PPP, Haji Lulung: Romi Itu Bodoh)
Pasal 15 Anggaran Dasar yang terdiri atas tiga ayat itu pun menghasilkan secara garis besar bahwa Pengurus Harian Dewan Pimpinan Pusat adalah ketua umum dibantu seorang sekretaris jenderal. Sekretaris jenderal pun dibantu oleh beberapa sekretaris. (Baca juga: Kisruh PPP, Kubu Romi Dituding Pengaruhi Mbah Moen)
Pembahasan anggaran dasar ini sempat ricuh sekitar pukul 10.00. Hujan interupsi muncul dari banyak pihak. Mereka mempertahankan pendapat hingga maju mendekati meja pemimpin sidang. Mereka memprotes pasal 13 tentang penetapan pengurus cabang oleh pengurus harian DPP. (Baca juga: Pengesahan PPP, Menkumham Siap Dipanggil DPR)
Kericuhan juga terjadi di tempat yang sama pada Jumat malam, 31 Oktober 2014. Kekacauan ini dipicu saat pimpinan sidang, Fernita Darwis, membacakan hasil putusan muktamar. Ricuh sontak terjadi ketika Fernita membacakan poin keenam, yaitu pengumuman Ketua Umum PPP yang dipilih secara aklamasi, yakni Djan Faridz. (Baca pula: Kata Amien Rais-Prabowo Soal PPP dan Pemerintah)