Ketum PPP versi muktamar Suryadharma Ali, dikawal polisi usai pertemuan dan silaturrahmi DPW dan DPC PPP se Indonesia Timur di Makassar, Sulsel, 27 September 2014. Pertemuan tersebut untuk mendeklarasikan dukungan atas calon Ketum PPP Djan Faridz. TEMPO/Fahmi Ali
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali merasa menjadi korban konflik internal PPP yang tidak kunjung usai. Suryadharma sudah diberhentikan dua kali dengan cara dan orang yang sama. Setelah itu, Suryadharma diminta melakukan islah lagi dengan kubu Wakil Ketua Umum Emron Pangkapi, Wakil Ketua Umum Suharso Monoarfa, dan Sekretaris Jenderal Romahurmuziy. (Baca: Suryadharma Imbau Kader PPP Tidak Hadiri Muktamar)
"Saya telah dipermalukan. Lalu, saya disuruh islah lagi," kata Suryadharma di rumah kader PPP, Djan Faridz, di Jalan Talang, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu, 15 Oktober 2014. Suryadharma menginginkan penilaian perilaku organisasi dari semua kubu, termasuk dirinya di satu sisi dan Emron, Suharso, dan Monoarfa di sisi lain. "Biar nanti yang salah diberi sanksi, teguran keras atau dipecat, oleh Mahkamah PPP."
Suryadharma menganggap ada aroma politisasi dalam pemberhentian dirinya sebagai Ketua Umum PPP. Pemberhetian yang pertama dilakukan sebelum Suryadharma berstatus tersangka. (Baca: Suryadharma Ingin Mahkamah Pecat Romahurmuziy)
"Yang kedua memang sudah tersangka," kata Suryadharma. Lalu, status itu ditunggangi kubu Emron cs untuk menggulingkannya. "Dia ingin menjadi Ketua Umum PPP dengan cara yang mudah dan biaya yang murah."