Alinasi mahasiswa pro demokrasi berorasi melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU Pilkada di Gedung DPRD Sulsel, Makassar, 16 September 2014. TEMPO/Asrul Firga
TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Demokrat dipastikan menjadi penentu dihapus atau tidaknya pemilihan langsung dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang tengah dibahas dalam sidang paripurna, Kamis, 25 September 2014. Sebab Demokrat yang bisa memperbanyak jumlah pendukung pemilihan langsung bila paripurna berakhir voting. (Baca: Tolak Pilkada Langsung, Ini Sanksi dari Demokrat)
Merujuk pada absensi terakhir legislator yang hadir dalam paripurna pada pukul 16.00 WIB, kubu pendukung pilkada tidak langsung yang digawangi Koalisi Merah Putih mencapai 246 orang. Adapun kubu pendukung pilkada langsung dari koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya 121 orang. Bila ditambah dengan Demokrat dengan anggota fraksi 129, pendukung pilkada langsung mencapai 250 orang.
Hingga sidang paripurna dimulai, Demokrat ngotot meloloskan opsi ketiga, yakni pemilihan kepala daerah langsung dengan perbaikan. Perbaikan itu, menurut politikus Demokrat Agus Hermanto, perlu diwujudkan dengan membentuk opsi baru. Sebab perbaikan mengatur secara terperinci kelemahan mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung. (Baca: RUUPilkada, Pemerintah Berusaha Turuti Demokrat)
Agus memisalkan, perlu ada uji publik bagi peserta pilkada. Sehingga pilihan voting menjadi tiga yakni pilkada langsung, pilkada tak langsung, serta pilkada langsung dengan perbaikan. "Kami menghendaki opsi ketiga ini bisa dibentuk," ujar Agus dalam sidang.
Refrizal, politikus Partai Keadilan Sejahtera, membenarkan kubunya berluang besar menang dalam voting bila Demokrat berhasil mendorong opsi baru itu. Sebab jumlah pendukung pilkada langsung berkurang drastis. "Tapi ini bukan soal menang dan kalah, ini soal kemaslahatan umat," ucap dia. (Baca: KPUD Bingung Diminta Siapkan Pilkada Tak Langsung)