TEMPO.CO, Yogyakarta - Hingga pertengahan September 2014 ini sekitar 100 ribu jiwa di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih mengandalkan bantuan pasokan air bersih dari pemerintah untuk menghadapi kemarau panjang.
Penduduk yang mengalami krisis air tersebar di delapan kecamatan, mulai Girisibo, Rongkop, Panggang, Purwosari, Tepus, Nglipar, Ngawen, dan Semin. “Secara bergiliran kami masih mengirim lima truk tangki setiap hari untuk distribusi air ke wilayah itu, karena sumber air sudah benar-benar tak ada,” kata Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Gunungkidul Dwi Warna Nugraha kepada Tempo, Jumat, 19 September 2014.
Pemerintah Gunungkidul sangat berharap, pihaknya bisa mendapat bantuan lebih rutin dari pemerintah DIY untuk dropping air lebih rutin sehingga frekuensi pengiriman air pada warga meningkat dan merata. Sebab dengan mengandalkan lima truk tangki yang dimiliki, dropping air itu akhirnya berjalan lebih lama. “Kami berharap satu truk tangki bisa fokus handle satu kecamatan, kalau ada bantuan tak perlu bergiliran terlalu lama,” kata Dwi.
Selama ini dalam droping air itu pemerintah Gunungkidul pun hanya bisa mengandalkan sumber air dari dua titik yang dianggap terdekat dengan lokasi kecamatan yang mengalami kekeringan. Pengambilan air untuk dropping itu satu lokasi dari Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari, yang memang airnya melimpah di banding 17 kecamatan lain di Gunungkidul, satu lagi sumber air dari kawasan Praci, Wonogiri, sebagai backup.
Dinas Sosial Kabupaten Gunungkidul mengalokasikan anggaran khusus mengatasi dampak kekeringan untuk tahun ini sebesar Rp 832 juta. Dari anggaran itu, sudah terpakai sekitar Rp 323 juta untuk suplai air.
Pemerintah belum berencana menambah anggaran untuk dropping air itu karena kemarau tahun ini dinilai tak terlalu ekstrem. Karena ada penurunan permintaan jumlah air dari warga sekitar 40 persen dibanding tahun lalu. “Semoga anggaran masih cukup sampai musim hujan datang,” kata dia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Yogyakarta merilis, musim kemarau tahun ini di wilayah selatan DIY termasuk Gunungkidul akan berlangsung sedikit lebih lama dibanding wilayah DIY sisi utara dan tengah. Molornya musim hujan itu diperkirakan sekitar dua sampai tiga dasarian (hitungan per sepuluh hari). “Tapi tidak akan sampai akhir November, paling lama awal November,” kata Staf Seksi Data dan Informasi BMKG Yogyakarta Indah Retno Wulan.
BMKG pun meminta warga kalangan petani di pesisir tak terburu-buru menanam tanaman yang membutuhkan banyak air seperti padi daripada menanggung resiko besar. “Sebaiknya menunggu hingga hujan benar-benar sudah turun secara rutin,” katanya.
PRIBADI WICAKSONO
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Pilkada oleh DPRD | Jero Wacik | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
Jokowi Kaget Biaya Perjalanan Pemerintah Rp 30 T
5 Hal Berubah jika Skotlandia Lepas dari Inggris
Arkeolog Meragukan Usia Koin Gunung Padang
Beli Honda HR-V, Berapa Harganya?
Berita terkait
Cerita dari Kampung Arab Kini
6 hari lalu
Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.
Baca SelengkapnyaBegini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X
9 hari lalu
Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi
Baca SelengkapnyaKominfo Siapkan Jaringan dalam World Water Forum, Harapkan Solusi Pengelolaan Air
33 hari lalu
Kominfo bertugas memastikan jaringan telekomunikasi di Forum Air Sedunia pada 18-25 Mei 2024 di Bali.
Baca SelengkapnyaKajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi
39 hari lalu
Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, adalah Ibu Kota Negara atau Nusantara.
Baca SelengkapnyaTentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah
43 hari lalu
Menurut BMKG, El Nino akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli dan setelah triwulan ketiga berpotensi digantikan La Nina.
Baca SelengkapnyaImbas Banjir dan Longsor, 874 Hektare Sawah di Jawa Barat Gagal Panen
45 hari lalu
Bencana akibat krisis iklim membuat 874 Ha sawah di Jawa Barat gagal panen pada musim tanam 2023/2024. Lahan tergerus banjir, kering, dan longsor.
Baca SelengkapnyaMenengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta
46 hari lalu
Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755
Baca SelengkapnyaDI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah
50 hari lalu
Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram
Baca SelengkapnyaKetua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan
54 hari lalu
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.
Baca SelengkapnyaDestinasi Liburan di Spanyol Ini Terancam Mengalami Kekeringan
56 hari lalu
Kepulauan Canary, khususnya Pulau Tenerife, di Spanyol menghadapi kekeringan parah yang semakin memburuk,
Baca Selengkapnya