Sejumlah perlengkapan sholat dijemur warga di desa Pandansari, Ngantang, Malang, Jawa Timur, (22/2). Warga mulai mulai membersihkan rumah dan barang-barang mereka, setelah status Gunung Kelud turun menjadi Siaga. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Kediri - Derita warga lereng Kelud coba disampaikan oleh Aliansi Warga Kelud (AWK) dalam setiap unjuk rasa ke kantor Bupati Kediri dan Bank Indonesia. Mereka meminta pemerintah menuntaskan perbaikan rumah dan pemulihan ekonomi yang terkatung-katung. Selain itu, masyarakat juga merasa cemas akibat dikejar penagih bank dengan ancaman penyitaan benda bergerak.
Sebelumnya warga sempat marah ketika dalam situasi seperti itu seorang petugas bank menarik sepeda motor penduduk dengan paksa. “Kami menagih janji Gubernur yang akan menjamin utang masyarakat,” kata Aziz Qoharudin, Ketua AWK. (Baca bagian pertama: Derita Korban Kelud, Warga Menunggak Banyak Utang)
Menurut data Bank Indonesia Kediri, nilai kredit macet warga di lereng Gunung Kelud mencapai Rp 248 miliar. Mereka berutang pada 18 lembaga bank umum dengan nilai kredit Rp 177,8 miliar dan 14 bank perkreditan rakyat dengan nilai pinjaman Rp 70,9 miliar. Jumlah warga yang mengajukan kredit mencapai 18.321 orang.
Sayangnya upaya untuk mencari konfirmasi perihal adanya perhatian kepada Pemerintah Kabupaten Kediri selalu gagal. Janji Kepala Bagian Humas Haris Setiawan untuk memberikan penjelasan belum juga terbukti. Saat dihubungi kembali Kamis, 11 September 2014, dia berdalih sedang rapat sehingga belum bisa memberikan informasi yang diminta.
Adapun seluruh dinas yang terkait, seperti Dinas Pertanian dan Kesbanglinmas, tak berani memberikan keterangan sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem informasi satu pintu melalui humas pemerintah kabupaten. Mereka menyisakan warga yang menderita, di antaranya di Dusun Laharpang, Desa Puncu, Kecamatan Puncu, lima kilometer dari kawah Kelud.