TEMPO Interaktif, Solo:Ribuan warga Solo dan sekitarnya berdesakan di Kori Kamandungan Keraton Surakarta untuk mencari berkah dengan memperebutkan gunungan sekaten. Sebanyak 16 gunungan sekaten saing tadi dikeluarkan Keraton Surakarta dalam rangka upacara Grebeg Maulud. Grebeg Maulud 1938 tersebut dilaksanakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Gunungan yang terbuat dari hasil bumi seperti kacang panjang, ketimun, terong, pisang, serta makanan kecil seperti rengginan dan roti diperebutkan warga yang menyaksikan upacara tersebut. Mereka masih mempercayai jika mendapatkan sesuatu dari gunungan tersebut, mereka akan mendapatkan berkah. Prosesi keluarnya gunungan dimulai dari Kori Brojonolo, Keraton Surakarta, ditandai bunyi terompet dan tambur. Untuk upacara kali ini, 16 gunungan atau delapan pasang gunungan diperebutkan warga usai upacara.Jumlah gunungan tersebut sebagai simbol daerah di wilayah Surakarta, yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, serta Kabupaten Wonogiri. Masing-masing daerah diwakili dua buah gunungan, ditambah gunungan dari Keraton Surakarta.Bunyi terompet dan gendering diikuti dengan gamelan yang memainkan gending carabalen dan monggang, gunungan keluar dari Kamandungan. Setiap gunungan diikuti oleh prokoso (tukang angkut) dari masing-masing daerah.Sebelum diberangkatkan menuju halaman Masjid Agung, Raja Surakarta Paku Buwono XIII Hangabehi melepas gunungan di depan Pendapa Sasana Sewaka. “Makna gunungan berpasang-pasangan itu merupakan suatu simbol dari lingga dan yoni, simbol laki-laki dan perempuan,” ungkap Kanjeng Pangeran Satryo Hadinagoro, Ketua Panitia Sekaten.Satryo menjelaskan, arti gunungan sekaten itu merupakan sedekah dari raja kepada masyarakat. “Dulunya gunungan ini dibagi, tapi sekarang karena kondisinya berjubel ribuan pengunjung, akhirnya diperebutkan,” papar Satryo. (Anas Syahirul)