TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pers telah merekomendasikan ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri bahwa tabloid Obor Rakyat bukan produk jurnalistik. Ahli hukum Dewan Pers Wina Armada menyampaikan hal tersebut ketika dimintai pendapatnya sebagai saksi ahli untuk menjerat penggagas Obor Rakyat, Darmawan Sepriyossa dan Setiyardi Budiono, pada Jumat, 27 Juni 2014, dan Rabu, 2 Juli 2014.
"Dilihat dari lembaga, metodologi, dan hasil karyanya, Obor Rakyat itu bukan karya jurnalistik," kata Wina ketika dihubungi, Rabu, 2 Juli 2014. Oleh karena itu, ujar dia, Obor Rakyat tidak berada di bawah Undang-Undang Pers. "Apakah itu pidana atau tidak, nanti polisi yang menentukan."
Dia memerinci beberapa alasan Obor Rakyat tak layak disebut sebagai produk pers. Di antaranya, secara kelembagaan Obor Rakyat tidak mencantumkan siapa penanggung jawabnya. Tidak memiliki badan hukum, tidak mencantumkan alamat percetakan, dan alamat redaksi yang tidak jelas alias fiktif. "Menurut penelusuran kami, alamatnya palsu," ujar Wina. (Baca juga: Pembuat Tabloid Obor Rakyat Siap Diperiksa Polisi)
Sebelumnya, tim sukses calon presiden Joko Widodo melaporkan penggagas Obor Rakyat Setiyardi dan Darmawan ke Mabes Polri. Tabloid Obor Rakyat dinilai selalu menyudutkan Jokowi dan melakukan kampanye hitam. Tabloid itu disebar ke pesantren-pesantren.
Hingga saat ini Polri belum menetapkan keduanya sebagai tersangka. Bareskrim Polri akan meminta pendapat tiga saksi ahli lain untuk menentukan pelanggaran Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriosa dalam tabloid Obor Rakyat. Di antaranya Kementerian Komunikasi dan Informatika, ahli bahasa, dan ahli hukum pidana.
Komite Independen Publisher Rights Perlu Segera Dibentuk
28 hari lalu
Komite Independen Publisher Rights Perlu Segera Dibentuk
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid mengatakan, pembentukan Komite Independen dari Dewan Pers perlu di segerakan sebagai implementasi pelaksanaan publisher rights yang sudah diteken oleh Presiden Joko Widodo.