KPK Didesak Jadikan Kasus BCA Pintu Usut BLBI  

Reporter

Sabtu, 26 April 2014 06:57 WIB

Sejumlah massa berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, (06/02). Mereka menuntut antara lain petuntasan kasus Bank Century, Kasus BLBI. TEMPO/Aditia noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi didesak menjadikan kasus korupsi pajak Bank Central Asia sebagai pintu masuk untuk mengusut penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. "Sebab, sampai saat ini skema BLBI, Badan Penyehatan Perbankan Nasional, masih menyisakan permasalahan," ujar peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Jumat, 25 April 2014.

Maftuch mengatakan kasus BCA diawali saat bank tersebut mengajukan keberatan terhadap koreksi pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. BCA menganggap hasil koreksi terhadap laba fiskal Rp 6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp 5,77 triliun karena BCA sudah mengalihkan asetnya kepada BPPN.

"KPK harus menyelidiki klaim BCA itu. Pasalnya, jika melihat laporan keuangan BCA, ada kejanggalan yang indikasinya mengarah ke modus pengelakan dan penghindaran pajak," tutur Maftuch.

Ia menguraikan, berdasar peraturan yang ada saat itu BCA seharusnya membayar pajak sebesar minimal 30 persen dari penghasilannya. Namun, jika menilik laporan keuangan BCA yang sudah diaudit pada 2001 persentase pajak yang dibayar BCA dibanding laba sebelum pajaknya sangat kecil, yakni sekitar satu persen.

Maftuch mengatakan BCA hanyalah salah satu bank yang masuk skema penyehatan perbankan melalui BLBI yang pada 1998 menggelontorkan Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Jika BCA diusut oleh KPK, maka bank-bank lain yang mendapat kucuran BLBI patut diusut pula. Desakan untuk KPK itu dilansir oleh Forum Pajak Berkeadilan dengan Prakarsa dan sepuluh lembaga swadaya masyarakat lainnya tergabung.

Senin lalu, KPK menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo sebagai tersangka. Saat menjabat Direktur Jenderal pada 2004, ia dituding menyalahgunakan wewenang dengan memutuskan menerima keberatan pajak BCA. "Dugaan kerugian negara akibat pajak yang seharusnya dibayarkan ke negara, Rp 375 miliar," ujar Ketua KPK Abraham Samad.

KPK menjerat Hadi dengan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Berdasar pasal tersebut, Hadi yang baru saja pensiun hari ini terancam pidana maksimal penjara 20 tahun dan denda Rp 1 miliar.

BUNGA MANGGIASIH

Berita lain:
KPK Geledah Rumah Petinggi HP
Kebakaran Pasar Senen, 33 Unit Damkar Diturunkan
Ahok Sewot Lagi Soal Bus Hibah
Terpilih Lagi, Eko Patrio Punya Resep Khusus
KPK Satroni Tiga Rumah Mewah di Bintaro dan BSD
6,7 Juta Pria Indonesia Doyan Seks Sembarangan

Berita terkait

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

3 hari lalu

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

Kesepakatan kerja sama ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di kedua negara.

Baca Selengkapnya

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

33 hari lalu

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

Respons Direktorat Jenderal Pajak terhadap pernyataan Prabowo Subianto yang membanggakan rasio pajak era Orba.

Baca Selengkapnya

Dampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara

36 hari lalu

Dampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara

Penggunaan meterai palsu secara marak bisa mengganggu sistem pajak dan merugikan negara

Baca Selengkapnya

Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding

43 hari lalu

Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding

Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.

Baca Selengkapnya

DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya

5 Januari 2024

DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya

DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.

Baca Selengkapnya

2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya

29 November 2023

2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya

Setelah tanggal 31 Desember 2023, masyarakat menggunakan NIK untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Begini caranya jadi NPWP

Baca Selengkapnya

Begini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum

29 November 2023

Begini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum

Kemenkeu akan segera menerapkan kebijakan NIK jadi NPWP secara penuh pada pertengahan 2024. Berikut cara cek NIK yang sudah tertintegrasi dengan NPWP.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Memadankan NIK-NPWP

8 November 2023

Begini Cara Memadankan NIK-NPWP

Memadankan NIK-NPWP dilakukan paling lambat Desember 2023. Begini caranya.

Baca Selengkapnya

DJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated

27 Oktober 2023

DJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated

DJP memastikan bahwa kerahasiaan data yang berkaitan dengan wajib pajak akan terjaga saat skema prepopulated diterapkan.

Baca Selengkapnya

DJP Sebut Insentif Sektor Properti Tak Kurangi Penerimaan Pajak Negara

27 Oktober 2023

DJP Sebut Insentif Sektor Properti Tak Kurangi Penerimaan Pajak Negara

Insentif pajak properti yang ditanggung pemerintah berasal dari pajak masyarakat yang kemudian dibayarkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.

Baca Selengkapnya