TEMPO.CO , Jakarta- Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah setuju untuk meratifikasi konvensi pengendalian tembakau (FTCT). Dari kalangan pemerintah, hanya Kementerian Perindustrian yang belum menyepakati hal ini.
"Semua sudah setuju kecuali Kementerian Perindustrian," kata Nafsiah usai rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat, Selasa, 1 April 2014.
Menurut Nafsiah, Kementerian Industri memiliki berbagai alasan menolak ratifikasi tersebut. Salah satunya, kata dia, cukai rokok diklaim menyumbang 90 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Namun alasan tak yang tak punya dasar itu dibantah oleh Nafsiah. "Sekarang cukai rokok Rp 100 triliun, sedangkan APBN kalau tak salah mencapai Rp 2.000 triliun," ujarnya.
Kementerian Perindustrian, kata Nafsiah, juga keberatan lantaran industri rokok menyerap banyak tenaga kerja. Mereka pun berasalan bahwa tak mudah untuk mengganti tembakau dengan tanaman lain. Tapi, menurut dia, ini hanya untuk mencari alasan saja. "Kalau siap dengan pengalihan ini ya siap saja, kalau tidak ya tidak akan," katanya.
Nafsiah menegaskan bahwa ratifikasi ini tak akan mematikan industri rokok. Sebab, jumlah perokok akan tetap sama lantaran rokok mengandung zat adiktif sehingga tak akan ditinggalkan begitu saja. "Industri rokok tetap akan kaya," ujar dia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mengatakan dampak ratifikasi ini baru akan terasa setelah 20-50 tahun ke depan.
Meski tinggal satu kementerian yang tak sepakat, Nafsiah tak menargetkan kapan ratifikasi ini akan dilakukan. Nafsia menyerahkan keputusan itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Presiden meminta semuanya sepakat dulu," ujarnya.
NUR ALFIYAH
Terpopuler:
MH370 Terkuak Jika Kotak Hitam Tersambung Satelit
Ahok Curhat Soal Jokowi yang Fokus Berkampanye
Putin Ingin 'Hidupkan' Kembali Uni Soviet