Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin (tengah) bersama Ketua komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad (kanan) dan Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo (kiri) berjabat tangan usai melakukan MOU Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Senin (9/1).ANTARA/Reno Esnir
TEMPO.CO , Jakarta- Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Mualimin Abdi menyatakan tim perumus Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak bisa memenuhi permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, permintaan KPK adalah pasal-pasal tindak pidana korupsi dikeluarkan dari RUU KUHP.
"KPK minta pidana korupsi dikeluarkan dari KUHP karena kalau tak dikeluarkan derajatnya dianggap sama dengan pidana lain. Tapi Pasal KPK di KUHP kan hanya sekitar 7 Pasal, cuma sedikit," kata Mualimin di kantornya, Jumat, 7 Maret 2014.
Menurut dia, nantinya tim perumus KUHP akan menjelaskan ihwal dicantumkannya pasal tindak pidana korupsi di KUHP. "Mengapa itu direkodifikasi, bisa dijelaskan secara mendalam makna filosofisnya oleh para profesor yang tergabung di tim perumus itu," kata Mualimin. Karena itulah, pihaknya pekan depan akan mengundang KPK untuk membahas RUU KUHP.
Sikap ini, menurut dia, bukan berarti mengabaikan protes yang diajukan komisi antirasuah tersebut. Menurut dia, tim ahli hukum telah memperdalam dan mensinkronkan pasal-pasal dalam revisi KUHP.
Ia mengibarat RUU sebagai sebuah rumah. Menurutnya, rumah yang bagus harus dilihat secara dilihat secara keseluruhan. "Mungkin ada yang tidak klop cara memandangnya, itulah yang kita bahs tadi, harus dibangun secara keseluruhan," ujarnya.
Kemenkumham selama 10 tahun terakhir menelurkan berbagai program untuk mengungkit kesadaran akan Hak Kekayaan Intelektual. Termasuk perjuangan di kancah global demi pengakuan dunia.