Dua petugas kebersihan mengangkut sampah kayu ke alat berat untuk dibuang dari Pantai Kuta, Bali. TEMPO/Johannes P. Christo
TEMPO.CO , Badung: Permasalahan sampah di pesisir barat Pulau Bali ternyata sudah berlangsung sebelum 1980-an. Bedanya, dahulu keberadaan sampah kiriman ini menjadi berkah bagi masyarakat di kawasan pesisir, seperti Kuta, Legian, Seminyak hingga Kedonganan.
"Kalau masyakat dibawah tahun 80an itu malah senang. Sampah itu merupakan berkah. Karena dulu tidak ada sampah plastiknya. Maka sampah itu dipakai lemekan (pupuk)," kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Badung Puspa Negara, yang berasal dari Legian, Minggu 19 Januari 2014.
Menurut Puspa, pantai sepanjang 7,5 kilometer itu dulu dipenuhi sampah organik dan batang kayu. Kehadiran sampah organik itu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membuat pupuk. Sedangkan batang kayu digunakan untuk bahan kayu bakar, bahan baku kesenian bahkan kayu yang berkualitas bagus digunakan sebagai bahan bangunan.
Semenjak 1990 ke atas, komposisi sampah kiriman lebih banyak sampah plastik. Sehingga tidak bisa dimanfaatkan dan cenderung mengganggu wisatawan.
Sementara, salah seorang tokoh pemuda asal Kedonganan, Yustisia Samarariana, mengatakan sampah di sepanjang pesisir barat Bali belum mencapai kondisi yang paling berbahaya. "Ini belum berbahaya, nanti ada gostnet (jaring hantu) yang muncul. Nanti ada dah, lumba-lumba yang terdampar, penyu yang terpotong siripnya," ujar pria yang juga merupakan dokter hewan ini.
Mengenal Limbah B3, Begini Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Limbah Elektronik dan Industri
30 November 2022
Mengenal Limbah B3, Begini Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Limbah Elektronik dan Industri
Limbah B3 dibagi menjadi limbah elektronik dan fashion. Hal ini menjadi permasalahan utama yang akan menyerang kondisi manusia dan lingkungan dalam keseharian.