Gerakan Mahasiswa Peduli Akibat Rokok berunjukrasa di Balaikota DKI Jakarta, Senin (17/11). Mereka menilai adanya pembiaran oleh instansi Pemda sehingga Perda dan Pergub Larangan Merokok di Tempat Umum tidak dilaksanakan secara penuh. TEMPO/Wahyu S
TEMPO.CO, Yogyakarta - Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang belum rampung hanya mengatur perlindungan terhadap perokok pasif. Tingkat produksi rokok nasional tidak terpengaruh berbagai aturan pembatasan rokok dan rancangan peraturan daerah istimewa Yogyakarta. Ini diakui Forum Jogja Sehat Tanpa Tembakau (JSTT).
"Urusan kami belum sampai ke produksi. Karena KTR bukan melarang orang merokok, tetapi fokus melindungi perokok pasif," kata Sekretaris Forum JSTT Valentina Sri Wijiyati saat dihubungi Tempo, Ahad, 29 Desember 2013.
Caranya, kata Valentina, dengan menetapkan lokasi-lokasi bebas asap rokok. Tempat-tempat publik yang sudah ditetapkan sebagai kawasan bebas asap rokok di DIY antara lain kampus Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, swalayan Pamela, Klinik Kopi, dan lembaga swadaya masyarakat bidang transparansi anggaran, IDEA.
Sedangkan instansi-instansi pemerintah banyak yang belum mempunyai KTR. Raperda KTR sendiri dijanjikan DPRD DIY akan menjadi fokus garapan dalam program legislasi daerah (prolegda) 2014. Raperda tersebut telah dua tahun terkatung-katung.
Valentina menjelaskan, pembatasan produksi rokok bisa dilakukan apabila Indonesia sudah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Desakan untuk meratifikasi muncul setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.(Baca : Survei: Perokok pun Setuju Pembatasan Rokok)
FCTC tidak hanya mengatur KTR. Tetapi juga soal pengendalian iklan-iklan rokok. "Ada kewajiban negara untuk alih tanam atau alih industri tembakau, termasuk petani tembakau dan buruh pabriknya," kata Valentina.