Komunitas Dayak Perangi Perubahan Iklim

Reporter

Editor

Zed abidien

Sabtu, 7 Desember 2013 15:49 WIB

Sungai Malinau, Malinau, Kaltim. ANTARA/Yusran Ucang

TEMPO.CO, Jakarta - Kabut masih merayap di antara rimbunnya pepohonan di Kampung Long Duhung, Kabupatgen Berau, Kalimantan Timur, Senin, 2 Desember 2013. Meski hari telah beranjak siang, udara segar masih menyergak kampung ini. Siang itu seluruh warga bergotong royong merias wajah kampung menyambut hari peresmian kampung iklim oleh Bupati Berau, Makmur HAPK.

Kampung Long Duhung letaknya ditengah rimba belantara hutan dataran rendah Kalimantan. Kampung ini masuk dalam areal konsesi empat perusahaan Hak Pengelolaan Hutan (HPH), PT Mahardika Insan Mulya, PT Karya Lestari, PT Waha Bhakti dan PT Aditya. Kampung Long Duhung di bawah binaan PT Mahardika Insan Mulya.

Luas kampung Long Duhong 51.408 kilometer persegi. Ada 35 kepala keluarga yang hidup di kampung ini. Seluruh warganya adalah Suku Dayak Punan (Mapenan). Sebagai Suku Dayak mereka sangat bergantung pada hutan memenuhi kebutuhan hidup. Bersebelahan dengan kampung, mengalir Sungai Kelay yang juga memberi kebutuhan makan berupa ikan. Menuju Kampung Long Duhung dari ibukota Kabupaten Berau Tanjung Redeb ditempuh perjalanan darat hingga 3,5 jam atau sekitar 90-an kilometer melewati hutan.

Awalnya komunitas dayak mapenan hidup di sebelah hilir Sungai Kelay. Mereka hidup berpindah-pindah untuk berladang. Sejak tahun 2003, pemda merelokasi mereka ke sebelah hulu sungai, Long Gi. Tapi karena kondisi tanah tak subur, mereka memilih Long Duhung yang lokasinya di sebelah hilir Long Gi.

Kini mereka telah memeluk Agama Kristen dari sebelumnya, animisme. Dari perubahan keyakinan inilah, mereka bisa menyesuaikan pola kehidupan nyata. Dari agama mereka sudah mulai meninggalkan ritual-ritual nenek moyangnya dulu. Seperti melahirkan dan memakamkan jenasah. Tapi yang tak berubah adalah berburu dan memanfaatkan hutan sebagai 'bank' untuk menyimpan dan mengambil kekayaan.

Kepala Adat Dayak Mapenen di Long Duhung, Samion Eng mengatakan sebelum mengenal Injil, jika melahirkan para gadis melahirkan bayi di hutan. Tanpa bantuan tenaga medis, mereka melahirkan di hutan dengan berpegangan pohon sambil mengejan hingga sang jabang bayi keluar. Memilih hutan karena tak ingin kampung dikotori dengan darah yang dinilai kesialan.

"Kalau ada yang melahirkan tak boleh ada tamu yang masuk kampung, kami khawatir terkena sial. Kalau ada yang masuk kami denda sesuai hukum adat," kata Samion Eng.

Begitu juga jika ada yang meninggal. Warga dari luar kampung tak boleh masuk. Cara menguburkan mayat, suku dayak mapenan tak menanamnya. Mereka meletakkan mayat di goa-goa yang ada di sekitar kampung. Kini sudah berubah. Pemda mendirikan Puskesmas Pembantu di kampung juga ada sekolah dasar bagi anak-anak mereka memenuhi kebutuhan medis dan pendidikan mereka.

Mereka memilih Long Duhung bukan tanpa alasan. Selain tanahnya subur, kampung ini masih dikelilingi hutan belantara. Dari hutan inilah, suku dayak mapenan bisa bertahan hinga kini. "Kami tak menebang pohon, kami hanya berburu untuk memenuhi hidup," kata dia.

Sudah kebiasaan suku dayak, mereka juga memiliki tanah adat atau tanah ulayat. Luasnya sekitar 20 hektare. Tanah ini dipenuhi pepohonan terutama pohon buah. Menurut keyakinan mereka, tanah ini merupakan warisan dari pendahulunya untuk memnuhi kebutuhan makanan terutama buah. Diantara pepohonan buah ini terdapat makam-makam orang tua.

"Kalau tanah adat tak boleh ada yang mengganggu, itu titipan dari orang tua kami. Tak ada yang boleh menebang pohon, kecuali mengambil hasil buah di dalamnya," kata Saimon.

Seiring berjalannya waktu, warga Long Duhung mulai merasakan perubahan terhadap hutan. Kini mereka mulai kesulitan mendapatkan hasil buruan. Musim juga semakin tak menentu yang berpengaruh terhadap binatang dan tumbuhan hutan. Suku Dayak Mapenan dikenal sebagai pengumpul dan peramu dari hasil hutan.

"Kini warga sudah mulai sadar, perubahan hutan mengancam kehidupan kami. Mengelola hutan yang lebih baik menjadi pilihan satu-satunya untuk bertahan," kata Misak Lungui, Kepala Kampung Long Duhung.

Mengelola hutan menurut Misak Lungui adalah tidak mengubah kondisi hutan. Seperti saat membuka ladang atau kebun tidak membuka di atas kawasan yang hutan dengan menebang pohon. Cukup dengan memanfaatkan ladang yang sudah ada namun tetap merawat kondisi tanah agar tetap subur. Istilahnya kata Misak Lungui menerapkan perladangan gilir balik. Mengembangkan mata pencaharian yang ramah lingkungan dengan berkebun berkelanjutan seperti menanm karet, buah-buahan, dan beternak ayam.

"Kami juga membentuk tim pengawas untuk menjaga hutan di sekitar kampung," kata dia.

Gayung bersambut. Komitmen warga didukung pemerintah daerah setempat. Kehadiran Bupati Kabupaten Berau, Makmur HAPK merupakan moment untuk menetapkan Kampung Long Duhung sebagai kampung iklim. Maksudnya, tetap menjaga hutan untuk kehidupan berkelanjutan. Dari hutan ini diharapkan bisa menekan laju emisi karbon dunia.

"Ini bukan sekedar jual beli karbon, masyarakat pedalaman seperti Long Duhung sangat bergantung pada hutan untuk menopang kehidupan. Tak penting soal unag karbon," kata Bupati Berau, Makmur HAPK usai deklarasi kampung iklim.

Dia sangat menyadari pentingnya hutan, terutama bagi komunias suku dayak. Menurut dia, keberadaan hutan bisa bermanfaat bagi seluruh umat manusia sepanjang membutuhkan oksigen untuk bernafas.

Tak hanya pemda, organisasi lingkungan dunia, The Nature Conservancy (TNC) juga mendukung komitmen mejaga hutan. TNC menilai warga dan pemerintah telah berinisiatif menurunkan laju kerusakan dan penggundulan hutan dan menangani perubahan iklim melalui Program Karbon Hutan Berau (PKHB) dengan mendampingi warga Long Duhung.

Country Director TNC Indonesia, Rizal Algamar mengatakan sudah lebih satu dasawarsa TNC aktif menjaga lingkungan di Kabupaten Berau, termasuk mendampingi warga di Kampung Long Duhung. Ketergantungan warga Dayak Punan terhadap hutan makin terancam seiring menurunnya kualitas hutan di Kalimantan Timur. "Tapi warga memiliki kekuatan dan aset yang dapat didayagunakan untuk mengtasai tantangan perubahan iklim ini," kata Rizal Algamar.

Mendukung program kampung iklim ini, TNC telah memberi 2 juta bibit pohon karet bagi warga Long Duhung. Tak hanya itu, mereka juga menyiapkan tim ahli untuk mendampingi warga selama merawat hingga panen. Sejauh ini, warga Long Duhung sama sekali tidak memiliki pengalaman berkebun terutama karet.

Berkebun karet merupakan pengalaman perdana bagi warga Suku Dayak Mapenan. Samion Eng, Kepala Suku Adat Dayak Mapenan mengaku ragu-ragu warganya bisa berkebun. Menurut dia, untuk bisa panen membutuhkan waktu tiga tahun hingga kebun karet mereka panen.

Keraguan utamanya adalah mengubah pola warganya dari aktifitas dasar, berladang, berburu dan menjala. Selama ini warga berladang dengan menanam padi gunung. Jenis padi ini bisa panen selama enam bulan. Warga juga punya aktifitas sampingan, yakni mendulang emas dari sungai yang ada di dkitar kampung, dan membuat perahu. Dengan berkebun karet, kata dia, waktu akan tersedot hanya untuk menjaga kebun karet selama tiga tahun. "Tapi kami akan coba, apakah nanti menguntungkan kami atau tidak," kata Samion.

Sebagai salah satu tim ahli, Prof. Arriffien Bratawinata menyatakan menanam karet akan mendatangkan hasil yang berkelanjutan. Dari hasil menyadap getah karet diyakini bisa mendatangkan rupiah tanpa harus merusak hutan. Hasilnya pun bisa mencukupi kebutuhan hidup warga kampung.

"Memang membutuhkan waktu mengubah pola hidup warga kampung, tapi saya yakin dari karet mereka bisa menerima hasil untuk kebutuhan hidup," kata dia.

Mengembangkan perkebunan di Kampung Long Duhung bukan tanpa masalah. Masuk dalam konsesi HPH menjadi masalah yang sulit terpecahkan. Bupati Makmur HAPK pun mengakui ini. "Masalahanya yang belum terpecahkan adalah kampung ini hidup di dalam kawasan HPH," kata dia.

Makmur mengatakan pemda tidak punya kewenangan untuk sama sekali menghapus pengelolaan hutan oleh perusahaan pemegang ijin HPH. Namun sebagai respon atas kehidupan kampung, Pemda telah mengusulkan pengurangan konsesi HPH kepada pemerintah pusat.

FIRMAN HIDAYAT

Berita terkait

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

1 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

2 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

3 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

3 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

11 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

14 hari lalu

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

14 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

15 hari lalu

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab

Baca Selengkapnya

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

20 hari lalu

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

25 hari lalu

Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

Aktivis Greta Thunberg ditangkap lagi setelah dibebaskan dalam unjuk rasa menentang subsidi bahan bakar minyak.

Baca Selengkapnya