Petugas dari Orangutan Information Center (OIC) membawa seekor orangutan yang baru diselamatkan setelah terjebak di perkebunan kelapa sawit di Padang Tualang, Sumatra Utara (21/7). Hewan langka ini sudah berhari-hari tidak mendapatkan makan dan minum. (AP Photo/Binsar Bakkara)
Hakim ketua Erwin Tjong juga memutuskan bahwa penangkapan dan penahanan kedua tersangka tidak sah. "Untuk itu pengadilan memutuskan agar kedua pemohon dibebaskan dari tahanan," kata Erwin Tjong. Seketika ruangan sidang riuh dipenuhi sorakan keluarga dan simpatisan.
Yang menjadi dasar pertimbangan hakim Erwin Tjong, saat penggeledahan kediaman Hanapi dan Ignatius, petugas penyidik pegawai negeri sipil tidak melengkapi diri dengan surat perintah dari pengadilan. Selain itu, keluarga tersangka juga tidak diperlihatkan surat perintah penahanan.
Anem anak Yok, 52 tahun, istri Hanapi, menyatakan kegembiraannya dengan putusan hakim tersebut. "Saya akan masak ayam buat merayakan putusan ini. Kami sekeluarga bahagia setelah mencari keadilan selama sebulan," ujarnya. Anem mengatakan keluarganya kesusahan setelah ditangkapnya Hanapi, yang tak lain adalah tulang punggung keluarga.
Dua tersangka, Hanapi anak Ucak dan Ignasius anak Markus Madu, kini berada di Rutan Kelas II A Pontianak. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat menetapkan keduanya sebagai tersangka setelah pemberitaan mengenai orang utan yang menjadi santapan warga Jalan Panca Bhakti, Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Timur, itu pada awal November 2013. Dua orang itu memakan daging orang utan yang ditemukan di hutan sekitar perkebunan sawit pada awal November 2013.
Kuasa hukum BKSDA, Rudi Priyatno, mengatakan hasil pemeriksaan keduanya memenuhi unsur-unsur melakukan pembunuhan orang utan. Sebab, ketika ditemukan, orang itu dalam keadaan sekarat. "PPNS lalu menetapkan keduanya sebagai tersangka dan melayangkan surat ke kepolisian untuk melakukan penangkapan dan penahanan," kata Rudi.