TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap kuota impor daging sapi dan pencucian uang, Ahmad Fathanah, menghadapi sidang pembacaan vonis majelis hakim pada Senin, 4 November 2013. "Saya berharap yang terbaik buat saya," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hari ini. Kendati berharap hukuman ringan, ia siap dengan vonis terburuk. "Saya juga siap yang terburuk buat saya."
Fathanah tiba di pengadilan sekitar pukul 13.45 WIB. Ia datang dengan mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna cokelat-hijau. Usai ditanyai wartawan, orang dekat bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq tersebut langsung menuju ruang tunggu saksi di lantai dua.
Fathanah dituntut 17,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin dua pekan lalu. Jaksa menilai dia terbukti bersalah dalam dua perkara, yakni korupsi karena menerima suap Rp 1,3 miliar dan pencucian uang.
Untuk kasus korupsi, jaksa meminta majelis hakim mengganjar Fathanah dengan hukuman 7,5 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun untuk kasus pencucian uang, Fathanah dituntut dengan pidana penjara selama 10 tahun dandenda Rp 1 miliar subsider 1,5 tahun kurungan. Ia dinilai terbukti dalam dua dakwaan, yakni Pasal 5 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sidang pembacaan vonis dijadwalkan pada pukul 13.00 WIB. Namun hingga 13.49 WIB persidangan belum juga dimulai.
NUR ALFIYAH
Berita terkait
IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik
4 jam lalu
Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.
Baca SelengkapnyaKPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?
5 jam lalu
Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.
Baca SelengkapnyaBupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan
11 jam lalu
KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.
Baca SelengkapnyaNurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan
14 jam lalu
Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.
Baca SelengkapnyaUsai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan
1 hari lalu
Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.
Baca SelengkapnyaIni Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur
1 hari lalu
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.
Baca SelengkapnyaTak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan
1 hari lalu
Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.
Baca SelengkapnyaKPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu
1 hari lalu
KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.
Baca SelengkapnyaKPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR
1 hari lalu
KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.
Baca SelengkapnyaFakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard
1 hari lalu
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.
Baca Selengkapnya