Warga Koto Panjang Tuntut Pemerintah Perhatikan Nasib Mereka
Reporter
Editor
Kamis, 9 Desember 2004 15:54 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Puluhan masyarakat Koto Panjang, Riau menuntut pemerintah Jepang memberi kompensasi 5 juta yen per orang atas penderitaan moral dan material, dari 11 desa di provinsi Riau dan Sumatera Barat. Unjuk rasa ini berlangsung sejak pukul 11.40 WIB di Budaran HI, Kamis siang (9/12). Proyek bendungan Koto Panjang seluas 12.600 hektar yang telah dimulai sejak 1990 diharapkan dapat menghasilkan listrik berkekuatan 114 megawatt. Bendungan senilai US$ 290 juta ini didanai sepenuhnya oleh utang dari pemerintah Jepang melalui Japanese Oversea Economic Development Fund yang sekarang menjadi JOEDF. Pembangunan bendungan ini telah menghancurkan mata pencaharian sekitar 20 ribu keluarga. Masyarakat juga dirugikan dengan rendahnya harga ganti rugi, yang diberikan tanpa melalui proses musyawarah. Untuk sebidang tanah kebun dihargai Rp 50 per meter per segi. ?Ganti rugi ini dari pemda. Tapi Jepang yang memberikan utang untuk biaya proyek ini,? kata pengunjuk rasa. Unjuk rasa pernah dilakukan pada 1991. Kali ini, pengunjuk rasa melanjutkan aksi mereka ke kedutaan besar Jepang, kemudian ke DPR. ?Tahun 2002 sudah ada gugatan ke pemerintah Jepang,? kata pengunjuk rasa tersebut. Masyarakat Koto Panjang telah dipaksa pindah dengan tekanan dan teror dari aparat keamanan yang terdiri dari batalion 132 TNI Angkatan Darat Bangkinan. Ditambah lagi lokasi tempat tinggal yang baru tidak layak huni karena jauh dari sumber air dan belum ditanami kebun karet sebagai mata pencaharian yang dijanjikan pemerintah.Dalam kesempatan ini, masyarakat Koto Panjang menyatukan sikap, pemerintah Jepang harus bertanggungjawab atas hancurnya kehidupan sosial, ekonomi dan budaya akibat pembangunan bendungan dan wajib mengembalikan kehidupan masyarakat seperti sedia kala. Pemerintah Jepang juga diharapkan tidak membohongi publik dengan mengatakan proses pembangunan telah melalui musyawarah dengan seluruh masyarakat dan tidak boleh cuci tangan dari kasus ini dengan mengatakan hal ini merupakan urusan dalam negeri Indonesia.Selain itu, masyarakat Koto Panjang juga menuntut pembongkaran bendungan dan membebaskan Indonesia dari kewajiban membayar utang yang digunakan untuk pembangunan bendungan tersebut. Nofi Triana