Gubernur dan wakil gubernur Banten Atut Chosiyah dan Rano Karno usai mengikuti sidang sengketa Pemilukada Banten di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada 2011. Rano Karno pernah mengeluh dan ingin mundur dari jabatannya, kemudian Atut mengatakan: "Kepada pejabat yang mengeluh, saya minta untuk mundur. Dan saya tekankan sekali lagi, kalau ada yang mengeluh silakan mundur saja," TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur Banten Rano Karno mengaku tertekan selama menjabat orang nomor dua di Banten. "Selama 1,5 tahun saya tertekan, malam ini jiwa beku saya mengalir kembali," kata Rano saat membuka pameran karya perupa Banten "Ieu Kula: Mata Batin Banten" di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Oktober 2013.
Rano Karno mengaku gelisah dengan kebijakan di provinsinya yang tidak berpihak pada kebudayaan. "Di Banten tidak ada museum, padahal ini penting. Saat saya di Amsterdam, saya berkunjung ke museum, dan di sana ternyata literatur tentang Banten ada, kenapa kita justru tidak punya?" ujar pemeran Si Doel ini.
Banten juga tak memiliki amphitheater untuk para seniman mengadakan pertunjukan. "Di dekat gedung Dewan ada tempat, ketika saya tanya tempat apa itu, katanya taman apresiasi untuk demonstrasi. Siapa yang mau demo panas kerontang begitu. Insya Allah tahun 2014, kalau mampir, tempat itu sudah diubah menjadi amphitheater untuk kegiatan budaya."