Eva Kusuma S di Jakarta, Rabu (01/08) TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Kediri - Anggota Komisi III DPR-RI, Eva Kusuma Sundari, menuding maraknya aksi teror di Tanah Air akibat lemahnya kebijakan negara. Badan Intelijen Negara (BIN), Detasemen Khusus (Densus), Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) dituding sibuk dengan proyek masing-masing mengenai penanganan teroris di Poso.
“Seluruh lembaga penanggulangan teroris bekerja sendiri-sendiri tanpa komunikasi yang baik dan tak jelas," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini di Kediri, Selasa, 23 Juli 2013.
Dia mencontohkan, manuver BIN yang merekrut bekas anggota teroris tanpa berkoordinasi dengan Densus merupakan langkah negatif. Seharusnya, kata Eva, Densus mengetahui setiap langkah BIN dan sebaliknya. Kedua lembaga yang seharusnya saling mengisi dan memberi informasi ini justru terkesan bersaing demi egosentris lembaga.
Menurut Eva, baik BIN, Densus, BAIS, maupun BNPT memiliki proyek masing-masing dalam memerangi teroris. Mereka bahkan terlalu sibuk mengurusi kegiatan sendiri tanpa memiliki blue print yang jelas. "Output-nya juga tak terukur apakah kontraproduktif atau tidak," kata Eva. Situasi ini membuat penanganan teroris menjadi sulit. Bahkan pada akhirnya aksi teroris kian berbahaya dengan menyerang simbol-simbol negara, seperti polisi.
Selain lembaga keamanan negara, Eva juga mengecam Kementerian Komunikasi Informasi dalam mengawasi situs jejaring teroris. Menurut Eva, saat ini terdapat 30 situs radikalisme dan 15 di antaranya menggiring ke arah terorisme. Situs ini juga memuat modul perakitan bom yang bisa dipelajari siapa pun. "Menkominfo kerjanya apa?"