Seorang guru mengajarkan sejumlah siswa dalam aktivitas belajar di hari pertama sekolah setelah libur tahun baru 2013 di Sekolah Gratis Kampung Baru, Muara Angke, Jakarta, (7/1). TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku mendengar adanya pemanfaatan guru sebagai alat politik. "Karena politik, khususnya pilkada, guru sering menjadi korban," kata SBY dalam pembukaan Kongres XXI Persatuan Guru Republik Indonesia dan Kongres Guru Indonesia Tahun 2013, di Istora Senayan, Jakarta, Rabu, 3 Juli 2013.
Menurut SBY, ia mendapat informasi adanya guru yang dipaksa menjadi tim sukses dalam pemilihan kepala daerah. "Kalau tidak mau, katanya diganti. Kemudian kalau kebetulan yang terpilih bukan yang didukung, dipindah," ujar SBY. "Ini tidak boleh terjadi."
Karena itu, SBY meminta guru yang mengalami kejadian seperti ini segera melapor ke Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh. Laporan itu nanti akan diteruskan ke presiden. "Tapi (laporan) ini harus fakta, bukan fitnah," ucapnya.
SBY pun meminta pimpinan-pimpinan organisasi profesi guru menjauhkan diri dari politik praktis. "Jangan melibatkan diri di Pilkada. Guru-guru akan bingung kalau seperti itu," ujarnya. "Jangan sampai guru menjadi korban, korban politik."
Sebelumnya, PGRI menyatakan otonomi pendidikan harus dikaji kembali. "Pendidikan banyak dibawa ke ranah politik," kata Ketua Umum PGRI, Sulistyo, saat pembukaan kongres. Karena otonomi itu, dia menambahkan, keberhasilan pendidikan masih menjadi tanda tanya besar saat ini. "Guru masih menjadi perangkat biirokrasi, bukan profesi."