Sebanyak 140 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi pemerintah Kerajaaan Malaysia tiba di Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, sekitar pukul 21.30 Wita, Senin (26/11). ANTARA/M Rusman
Dia menuding pemerintah lamban mengeksekusi perjanjian dengan Malaysia mengenai peningkatan kualitas tenaga kerja. Dia justru khawatir meski dalam perjanjian biaya yang dibebankan ke TKI sama, praktik di lapangan justru menunjukkan hal berbeda. Secara teori penambahan biaya memang dibayar majikan. Namun Wahyu khawatir, majikan atau perusahaan akan membebankan biaya ini kepada TKI. (Baca: Biaya Perekrutan TKI untuk Malaysia Naik)
Wahyu menuturkan, peningkatan kompetensi bisa jadi akan mendorong jalur TKI secara ilegal. Dia berkaca pada kasus TKI on sale pada akhir tahun lalu. "Ini akan menjadi beban bagi TKI," kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Malaysia menyepakati untuk menaikkan biaya perekrutan pembantu rumah tangga asal Indonesia. Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman mengatakan biaya tersebut naik dari 4.511 Ringgit atau sekitar Rp 14 juta, menjadi 8 ribu Ringgit atau sekitar Rp 25 juta.
Menurut Reyna, kenaikan ini lantaran biaya sebelumnya tak dapat memenuhi semua kebutuhan TKI mulai dari proses rekrutmen hingga penempatan. "Maka kemudian dinaikkan," katanya. Kenaikan biaya ini, kata dia, merupakan hasil dari nota kesepahaman (MoU) soal PRT yang ditandatangani antara Malaysia dan Indonesia sebelumnya. Dalam MoU tersebut terdapat kesepakatan bahwa tenaga kerja Indonesia harus memiliki keahlian. Simak berita soal TKI di sini.