TEMPO InteraktifBandar Lampung, : Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto mengaku tak setuju dengan pemberian pangkat jenderal kepada Menko Polkam ad interim Hari Sabarno dan Kepala Badan Intelijen Negara A.M. Hendropriyono. Namun, ia mengaku, hal itu bukan penyebab dirinya mundur dari jabatan."Saya ingin mengatakan, pemberian pangkat seperti itu tidak ada aturan mainnya," kata Sutarto kemarin seusai pembukaan Latihan Integrasi Taruna Dewasa Nusantara XXV di Bandar Lampung.Menurut Panglima TNI, kenaikan pangkat harus diberikan kepada orang yang pantas dan telah memberikan jasa sangat besar pada TNI. "Itu semua tidak ada pada keduanya (Hari dan Hendro)," tuturnya.Sutarto mengatakan, seseorang yang akan diberi kenaikan pangkat harus mendapat rekomendasi dari TNI dan melewati proses seleksi yang ketat. TNI, menurut dia, tidak pernah memberikan rekomendasi agar Hari dan Hendro mendapatkan pangkat kehormatan.Namun, Sutarto membantah pangkat yang diberikan Presiden Megawati untuk Hendro dan Hari Sabarno itu penyebab dirinya mundur. "Saya mundur karena menginginkan regenerasi di tubuh TNI. Karenanya, saya mengusulkan kepada Presiden agar pucuk pimpinan segera TNI diganti," ujarnya.Sutarto menyatakan, TNI akan sehat bila ada proses regenerasi. Ia pun mengaku sebenarnya sudah lama ingin meletakkan jabatan. Namun, kata dia, Presiden meminta agar pengunduran dirinya dilakukan setelah pemilu. Panglima TNI lalu meminta DPR segera memproses pemberhentian dirinya.Ketika ditanyakan apakah dirinya mundur agar bisa menjadi anggota kabinet Susilo Bambang Yudhoyono, Sutarto menjawab, "Bila saya ingin masuk kabinet, ngapain saya mundur sekarang? Mending nunggu saja dipanggil presiden baru. Bodoh amat saya mundur sekarang, eh, ternyata tidak terpilih," katanya.Panglima TNI meminta mundur kepada Presiden melalui surat yang dikirimkan pada 24 September lalu. Presiden setuju dan meminta DPR mengangkat KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai penggantinya. Setelah melalui rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi, parlemen akan membawa soal ini ke sidang paripurna, Jumat (Koran Tempo, 9/10).Wakil Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung kemarin mengusulkan agar masalah Panglima TNI dibahas oleh panitia khusus. Alasannya, komisi-komisi di DPR yang biasanya menangani persoalan yang sama belum terbentuk. Usulan ini, kata dia, akan diajukan pada sidang pada Jumat itu.Dia menekankan, Megawati masih presiden yang sah. Karena itu, kata dia, pengunduran diri Panglima TNI dan permintaan Mega untuk mengangkat Ryamizard "harus dibahas DPR secara baik dan terhormat".Namun, anggota Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarta mengatakan, pembahasan tentang Panglima TNI bisa dilakukan fraksi-fraksi melalui rapat konsultasi. Ia menganggap pembentukan panitia khusus belum mendesak untuk dilakukan. "Ini sekadar prosedur pengangkatan Panglima TNI yang harus melalui Dewan," kata dia.Sedangkan Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera Fachry Hamzah mengakui, pada rapat Jumat mendatang fraksinya akan mempertanyakan keputusan strategis yang dilakukan Megawati pada masa transisi. "Masak nggak bisa nahan sampai 20 Oktober? Ini sama saja mem-fait accompli presiden mendatang," kata dia.fadilasari/istiqomatul hayati