Mantan Ketua Panitia Lelang proyek pengadaan Simulator SIM di Korlantas Polri, AKBP Teddy Rusmawan memasuki ruang tunggu setibanya di KPK, Jakarta Selatan (30/5). Ia diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM. ANTARA/Reno Esnir
TEMPO.CO, Bogor - Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) tak mengendus suap terkait proyek simulator uji kemudi yang diberikan lewat kardus kepada para legislator. Ketua PPATK Muhammad Yusuf beralasan duit panas itu diberikan secara tunai.
"Kami tidak menemukan (aliran dana)," kata Yusuf menjawab pertanyaan wartawan dalam acara diskusi dengan media massa mengenai Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Bogor, Senin, 10 Juni 2013.
Saat bersaksi untuk terdakwa Inspektur Jenderal Djoko Susilo, AKBP Teddy Rusmawan mengaku pernah diperintah Djoko untuk menyerahkan empat kardus berisi uang di Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Teddy mengatakan kardus itu ditujukan untuk anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat: Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, Desmond Junaidi Mahesa, dan Herman Herry.
Awalnya Teddy mengaku tak tahu berapa jumlah duit di dalam dus tersebut. Namun belakangan dia menyebutkan uang itu sejumlah Rp 4 miliar yang dikeuarkan oleh Primer Koperasi Polisi. "Saya yang menghitungnya," katanya.
Yusuf mengatakan transaksi tunai semacam ini memang sulit dilacak. Oleh karenanya dia berharap pemerintah segera mengeluarkan aturan untuk membatasi transaksi tersebut. PPATK, kata dia, siap membantu untuk merumuskan aturan itu.
Menurut Yusuf, Darmin Nasution saat masih menjabat sebagai Gubernur Bank Indosia mendukung wacana pembatasan ini. Namun Darmin tak ingin bila peraturan itu dikeluarkan oleh lembaganya. "Pak Darmin mengatakan lebih baik pemerintah yang mengatur, jangan lewat keputusan Gubernur BI," katanya.
Yusuf mengkonsepkan agar transaski tunai ini dibatasi maksimal Rp 100 juta. Tapi menurut dia, jumlah itu masih bisa diubah dan dikecualikan untuk hal-hal tertentu, seperti untuk pembayaran upah.