Panitia Jumenengan Hangabehi Ancam Bongkar Paksa Ruang Penyimpanan Pusaka
Reporter
Editor
Rabu, 8 September 2004 17:03 WIB
TEMPO Interaktif, Solo: Mendekati hari pelaksanaan jumenengan KGPH Hangabehi menjadi Pakoe Boewono XIII, situasi makin memanas. Panitia jumenengan KGPH Hangabehi mengancam akan membuka paksa pintu Ndalem Ageng, ruang tempat penyimpanan pusaka, jika Gusti Kanjeng Ratu Alit tidak bersedia menyerahkan kunci ruangan tersebut. "Apabila sampai saat diperlukan tidak ada jawaban dari Ratu Alit, panitia akan membuka paksa ruang tersebut bersama sejumlah saksi. Sampai saat ini kami masih menunggu jawaban," ungkap KGPH Kusumo Yudho yang juga Ketua Panitia Jumenengan. Adapun saksi yang akan dilibatkan adalah dari Polresta Surakarta, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng, dan Pengageng Museum serta Pengageng Keparak Mandrabudaya.Ditambahkan Kusumo Yudho, panitia telah mengirim surat kepada GK Ratu Alit untuk menyerahkan kunci Ndalem Ageng karena sejumlah pusaka dan baju kebesaran keraton akan dipakai untuk upacara jumenengan KGPH Hangabehi pada 10-11 September. Namun GK Ratu Alit selaku Pangageng Kaputren yang memiliki kewenangan merawat dan mengelola pusaka dan perlengkapan upacara tidak bersedia menyerahkan kunci ruangan tersebut. Ia tidak akan menyerahkan kunci karena dirinya tidak mengakui KGPH Hangabehi sebagai pengganti almarhum Sinuhun PB XII. GK Ratu Alit adalah pendukung KGPH Tedjowulan sebagai Raja Surakarta. "Saya hanya akan patuh pada KGPH Tedjowulan yang sudah ditunjuk menjadi pengganti Sinuhun. Jika beliau tidak memberi izin saya juga tidak akan menyerahkan kunci ini. Apalagi pusaka itu menjadi tanggung jawab saya," tandasnya. Kusumo Yudho menambahkan, permintaan untuk menyerahkan kunci itu bukan hanya untuk keperluan upacara jumenengan tetapi juga sebagai tindak lanjut dari inventarisasi dan dokumentasi aset-aset keraton.Sementara itu, KGPH Tedjowulan meminta kubu KGPH Hangabehi tidak bertindak sembarangan dan melanggar aturan hukum dengan membuka paksa pintu Ndalem Ageng. Dikatakannya, tidak semua orang boleh masuk ke Ndalem Ageng. "Dari 35 putra-putri PB XII, hanya enam orang yang boleh masuk karena telah diambil sumpahnya. Kalau mereka mengaku tahu angger-angger (pranata) seharusnya tidak melakukan pembongkaran paksa itu. Itu akan ada akibatnya," paparnya kepada wartawan, Rabu (8/9). Tedjowulan juga meminta aparat kepolisian bertindak jika nantinya kubu Hangabehi benar-benar melakukan pembongkaran paksa. "Polisi kan bilang akan netral. Jadi kalao nanti ada pembongkaran paksa mereka juga harus ditindak," tandasnya. Anas Syahirul - Tempo News Room