TEMPO Interaktif, Solo: Konflik perebutan tahta di Keraton Surakarta Hadiningrat juga memunculkan keprihatinan di kalangan anggota DPRD Solo. Hingga anggota dewan memutuskan mengundang dua kubu berseteru itu, Rabu (8/9). Namun, undangan itu hanya dihadiri pihak KGPH Tedjowulan, sedangan dari kubu KGPH Hangabehi tidak hadir dengan alasan masih sibuk mempersiapkan acara jumenengan KGPH Hangabehi sebagai Raja Surakarta. Pihak KGPH Tedjowulan diwakili GPH Dipokusumo yang menjabat Pengageng Parentah Keraton dan GK Ratu Alit (Pengageng Kaputren). Selain diikuti hampir seluruh anggota DPRD Solo, acara dialog dengan trah Kerajaan Mataram itu juga diikuti Muspida plus seperti Kapolres Solo AKBP Lutfi Lubihanto, Dandim Surakarta Letkol Infantri Efendi, Wakapolwil Surakarta AKBP Endang Sujana. Sedangkan Walikota Solo diwakili Asisten I Sekda Bambang Haryono. Faried Badres dan Alqaf Hudaya selaku pimpinan dewan sementara, menjelaskan diundangnya kedua kubu adalah untuk didengarkan penjelasan mereka masing-masing soal duduk perkara munculnya konflik tersebut. Dengan mempertemukan mereka dalam satu forum, DPRD berharap setidaknya bisa memediasi terjadinya rekonsiliasi. Diakui Faried, gonjang-ganjing di keraton akan berpengaruh terhadap masyarakat khususnya di Surakarta. "Bagi masyarakat Jawa keraton masih dijadikan panutan karena itu jangan sampai konflik di keraton berpengaruh terhadap kondusifitas masyarakat Solo," tandas Faried. Dalam forum tersebut anggota dewan mempertanyakan permasalahan konflik perebutan tahta di kalangan putra-putri mendiang Sinuhun Pakoe Boewono XII. GPH Dipokusumo yang mendapat beragam pertanyaan mencoba menjelaskan duduk persoalannya hingga muncul dua penobatan raja. Dipokusumo memaparkan soal munculnya testamen dari Sinuhun PB XII yang dibubuhi cap jempol Sinuhun yang menjadi awal terjadi kemelut internal keraton. Sekelompok putra-putri Sinuhun mengklaim testamen itu berisi penunjukkan KGPH Hangabehi sebagai pengganti Raja Surakarta."Namun tidak sedikit putra-putri Sinuhun yang lain yang meragukannya. Termasuk juga adalah munculnya nama Gusti Behi (KGPH Hangabehi) belum sepenuhnya diterima semua kalangan putra-putri Sinuhun yang lain maupun kerabat lain, sehingga ini perlu dimusyawarahkan," ungkap Dipokusumo. Dipokusumo juga menceritakan prosedur dan mekanisme menjadi Raja Keraton Surakarta yang harus melalui sembilan elemen yang ada. Namun karena pihak KGPH Hangabehi berkukuh dan tidak bersedia berunding akhirnya pihak pengageng memunculkan calon raja lainnya. Dalam kesempatan itu, anggota DPRD meminta kedua kubu yang bertikai berusaha keras duduk bersama lagi guna menyelesaikan masalah di keraton. "Kami selaku wakil rakyat Solo terus terang prihatin. Namun terus terang kami tidak bisa turut campur menyelesaikan. Yang kami bisa hanyalah berharap agar semua kubu mau menyelesaikan secara kekeluargaan," papar Alqaf. Anggota dewan berharap konflik internal itu jangan sampai merembet kepada pertentangan fisik di kalangan para pendukungnya. "Kami menyadari kedua belah pihak kan punya pendukung masing-masing. Jangan sampai ini menajam dan memunculkan kericuhan," papar Faried. DPRD Solo juga meminta kepada jajaran pemerintah dan aparat penegak hukum terutama aparat keamanan untuk bersikap netral dalam menyikapi masalah perebutan tahta ini. "Baik Pemkot maupun kepolisian kami minta mengayomi dan melayani semua pihak dan jangan berpihak kepada salah satu. Konflik itu agar diselesaikan oleh keluarga besar keraton sendiri," tambah Alqaf Hudaya dari PAN yang juga menjadi pimpinan sementara DPRD. Muncul usulan dari sejumlah anggota DPRD agar Walikota Solo Slamet Suryanto mengeluarkan edaran yang ditujukan kepada elemen-elemen masyarakat agar tidak terlibat dalam pertikaian di keraton tersebut. Dalam kesempatan itu, GPH Dipokusumo dan GK Ratu Alit juga meminta jaminan keselamatan kepada aparat kepolisian jika sewaktu-waktu mereka pulang ke keraton. "Kami hanya khawatir dengan keselamatan kami," ungkap Dipokusumo yang belum tinggal kembali di keraton semenjak penobatan KGPH Tedjowulan sebagai pengganti PB XII 31 Agustus lalu. Anas Syahirul - Tempo News Room