Massa dari Dompet Dhuafa berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Thamrin, Jakarta, Kamis (26/7). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menyerukan agar pemerintah Indonesia menggalang solidaritas dunia untuk perdamaian dan mendesak ASEAN untuk aktif dalam persoalan Rohingnya. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO , Jakarta: Kepolisian Daerah Sumatera Utara menyatakan motif bentrokan antar-imigran asal Myanmar adalah pelecehan terhadap tiga perempuan pengungsi etnis rohingya di Rumah Detensi Imigran Medan, Sumatera Utara. Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara Komisaris Besar Raden Heru Prakoso mengungkapkan pelecehan terjadi sehari sebelum peristiwa bentrokan.
"Hari Kamis, tiga perempuan Rohingya (etnik muslim) melapor kepada ustad Ali, pimpinan kelompok pengungsi Rohingya di Rudenim, pelecehan oleh ABK asal Myanmar," kata Heru.
Persoalan itu, Heru melanjutkan, telah ditindaklanjuti pihak Rudenim setelah menerima laporan dari ustad Ali. "Pihak Rudenim, Kamis malam, mempertemukan mereka," ujar Heru. Namun perdamaian tersebut kurang diterima oleh kelompok Rohingya. "Pada Pukul. 01.30 WIB, pengungsi Rohingya berdiskusi, tapi dicelutuki ABK Myanmar."
Perselisihan kian memanas ketika seorang ABK Myanmar kembali mendatangi kelompok Rohingya. Dan, "Menusuk ustad Ali dengan benda tajam," kata Heru.
Perbuatan ABK tersebut sontak membuat marah 21 pengungsi Rohingya yang di tempatkan di lantai dua. "Maka terjadi pengeroyokan, delapan orang ABK tewas di tempat kejadian," Heru menegaskan.
Hasil pemeriksaan Polres KP3 Belawan, Heru mengatakan, telah menetapkan 18 orang dari etnik muslim Myanmar dijadikan tersangka. "Tiga lainnya termasuk ustad Ali sebagai saksi," kata Heru kepada Tempo, Jumat malam.
Bentrok antar-imigran dua etnis berbeda terjadi pada Jumat, 5 April 2013 dinihari. Delapan orang etnik Budha tewas. Para korban merupakan anak buah kapal yang ditahan di Rudenim.