Sejumlah kader tak keberatan jika Majelis Tinggi mengatur figur utama partai itu selanjutnya. Namun, banyak juga yang menilai kewenangan Kongres ada di atas Majelis Tinggi.
Anggota Dewan Pembina Demokrat Ajeng Ratna Sumirat mengaku mendukung ikhtiar Majelis Tinggi agar ketua umum partai terpilih melalui mekanisme musyawarah mufakat. "Kalau bisa KLB jangan ribut, aklamasi tentu jauh lebih baik," kata Ajeng pada Tempo di kompleks parlemen Senayan, Selasa 19 Maret 2013.
Tapi sikap Ajeng ditolak oleh kader Demokrat seperti Max Sopacua, Johnny Allen, Saan Mustopa dan Gde Pasek Suardika. Dihubungi kemarin, Max membantah Majelis Tinggi akan menyodorkan satu nama dalam kongres untuk ditetapkan menjadi ketua umum secara aklamasi. "Kongreslah yang nanti akan memutuskan. Di arena kongres semua bisa terjadi."
Wakil Ketua Umum Demokrat Johny Allen Marbun menegaskan bahwa pemilihan ketua umum tetap tergantung kesepakatan peserta kongres. Majelis Tinggi atau pihak manapun, kata Johnny, tak bisa memaksa satu mekanisme tertentu. "Kongres itu tak berjalan di luar forum, semua berjalan dan disepakati di kongres."
Pendapat Johny diamini kader Demokrat lain, Gede Pasek Suardika. Dia menilai Majelis Tinggi tak bisa mengatur-ngatur proses KLB termasuk memaksakan proses aklamasi. "Kongres adalah forum tetinggi, jadi apapun bisa terjadi. Dan ingat, yang punya suara di kongres adalah Dewan Pembina, Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, dan Dewan Pimpinan Cabang."
Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Saan Mustopa lebih keras lagi. Menurutnya, proses aklamasi yang coba didorong oleh Majelis Tinggi bukan cara yang terbaik untuk memilih ketua umum. "Buat saya tak ada problem aklamasi, tapi akan jauh lebih baik kalau ruang untuk berkompetisi itu semua kader."