TEMPO Interaktif, Jakarta:Kuasa hukum Rani Andriyani, terpidana mati dalam kasus kepemilikan narkoba, meminta hukuman terhadap kliennya dibatalkan. Permintaan ini disampaikan pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia(Komnas HAM), Kamis(19/8), dikantor Komnas HAM Jl Latuharhary No.4B Menteng, Jakarta Pusat."Hukuman mati secara prinsip melanggar hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup," kata Habiburokhman, Kuasa hukum Rani Andriyani. Rani Andriyani ditangkap pihak kepolisian di bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 12 Januari 2000 bersama dua sepupunya yaitu Meirika Franola dan Deny Setia Maharwan. Pengadilan Negeri Tangerang, tanggal 22 Agustus 2000, menjatuhkan hukuman mati kepada Rani. Berbagai upaya hukum telah dilakukan oleh Rani, seperti upaya banding ke Pengadilan Tinggi, kasasi ke Mahkamah Agung sampai peninjauan kembali perkara. Namun, hasilnya tanggal 22 Agustus 2004, Rani tetap akan menghadapi eksekusi hukuman mati. Mengenai permohonan grasi, Habiburokhman mengaku belum mengajukannya pada presiden. "Kami kuatir, jika grasi diajukan hari ini, terus ditolak, dan klien kami akan terus di eksekusi," katanya. Grasi akan diajukan, lanjutnya setelah pelaksanaan eksekusi terhadap Rani Andriyani sudah dekat.Kekuatiran Habiburokhman akan nasib kliennya dikarenakan Presiden Megawati sedang mengkampanyekan penegakan hukum untuk kampenye politiknya."Eksekusi merupakan langkah komoditas politik dengan harga murah untuk menaikkan popularitasnya," kata dia. Sehingga, kemungkinan permohonan grasi yang akan diajukan pihaknya akan ditolak oleh presiden. Sutarto ? Tempo News Room