Ketua Badan Kehormatan Muhammad Prakosa, menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan rapat tertutup, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, 22-5, 2012. Rapat tersebut mengundang ahli teknologi dan informasi (IT) untuk menindaklanjuti kasus video porno yang diduga mirip anggota DPR. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Muhammad Prakosa, mengaku belum mendapatkan penjelasan mengenai alasan penggantiannya sebagai Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun, dia menduga penggantian ini hanya masalah rotasi biasa karena dia sudah menjabat sebagai Ketua BK selama hampir dua tahun.
"Kemarin pimpinan fraksi sudah menyampaikan secara lisan," kata Prakosa saat dihubungi Tempo, Ahad, 10 Maret 2013. Dia menepis alasan pergantian dirinya karena harus berkonsentrasi pada Pemilukada Jawa Tengah. Menurut Prakosa, dia sudah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jawa Tengah sejak lama.
Prakosa menyatakan, usai menjabat sebagai Ketua BK, dia akan menjadi anggota DPR biasa. Dia menepis kemungkinan akan menggantikan Ganjar Pranowo sebagai Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR. Prakosa menyatakan, selama ini dia tidak pernah mendapat sorotan dan teguran dari fraksi mengenai kinerjanya sebagai Ketua BK.
Sebelumnya, anggota Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan memastikan dirinya akan mulai bertugas sebagai Ketua BK DPR, Senin, 11 Maret 2013. Surat tembusan penggantian dirinya sudah disampaikan Fraksi PDIP pada Jumat, 8 Maret 2013. Sebelum Prakosa, Ketua BK dijabat oleh Gayus Topane Lumbuun yang kini menjadi hakim agung. WAYAN AGUS PURNOMO
Kehadiran Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam sistem parlemen tak terlepas dari gejala pemurnian fungsi kelembagaan yang berkembang dalam sistem ketatanegaraan di republik ini. Hal itu terkait dengan pergeseran paradigma konstitusi dari sistem distribusi kekuasaan negara menjadi pemisahan kekuasaan negara yang sudah lama dipikirkan oleh para pemikir besar, seperti Immanuel Kant, John Locke, dan Montesquieu.