TEMPO Interaktif, Jakarta:Peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) M. Qodari mengatakan, jumlah responden yang tidak memilih (golput) pada pemilihan presiden dan wakil presiden putaran kedua berkisar 3,1 persen. Qodari menegaskan, jumlah tersebut merupakan kategori golput politis, bukan golput karena faktor teknis. Hal itu disampaikannya di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta, Selasa (27/7). Menurut Qodari, dari survei yang dilaksanakan LSI, jumlah responden yang akan menggunakan hak pilihnya pada putaran kedua sebesar 96,3 persen, sedangkan 6 persen responden belum tahu akan memilih siapa. Tapi, kata dia, jumlah responden yang golput mirip dengan survei-survei sebelumnya, yakni 2 hingga 3 persen. Survei yang dilaksanakan LSI itu berlangsung pada tanggal 17-19 Juli di seluruh provinsi, 150 desa. Sampel diambil secara nasional, termasuk Aceh dan Papua, sebanyak 1.200 responden melalui metoda multistage random sampling, dengan sampling error 3 persen. Dari jumlah tersebut, 1.190 responden menjadi sampel akhir yang dianalisis. Pada kesempatan itu Qodari menegaskan perlunya dibedakan golput politis dan golput karena faktor teknis. Golput politis, ucap dia, merupakan sikap yang benar-benar tumbuh dari kesadaran pemilih. Sedangkan golput teknis, lebih disebabkan karena faktor-faktor teknis, semisal tidak terdaftarnya pemilih sehingga tidak punya kartu pemilih.Kasus yang terakhir ini, menurut Qodari, yang lebih banyak mendominasi besarnya persentase golput pada pemilu legislatif dan pemilihan presiden putaran kedua. "Besarnya golput pada pemilu kemarin bukan karena golput politis, di mana pemilih sadar akan sikapnya," ucap dia.Berdasarkan data KPU sebelumnya diketahui besarnya jumlah golput pada pemilu legislatif berkisar sekitar 12 persen. sedangkan golput pada pemilihan presiden putaran kedua naik dua kali lipat, yakni 24 persen. Yandhrie Arvian - Tempo News Room