Menteri Pendidikan M.Nuh melakukan kunjungan kerja di SLB Karya Mulya Surabaya, Senin (16/11). Dalam kesempatan ini, M.Nuh menyampaikan pemerintah tidak akan bersikap diskriminatif antara sekolah biasa dan sekolah inklusi. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengakui bantuan atau kompensasi untuk sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi belum maksimal. Menurut Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Mujito, pemerintah saat ini hanya mampu memberikan kompensasi sebesar Rp 35 juta per tahun untuk 450 sekolah.
"Padahal jumlah sekolah inklusi lebih dari 2.000," kata Mujito seusai membuka "Lokakarya Kebijakan Penyelenggara Pendidikan Inklusi" di Jakarta, Kamis, 27 Desember 2012. Untungnya, tak semua sekolah inklusi meminta kompensasi.
Sekolah inklusi adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan. Siswa berkebutuhan khusus atau penyandang tuna mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan tetap belajar bersama siswa reguler.
Manajer Program Nasional Helen Keller Indonesia, Emilia Kristiyanti, menuturkan kuantitas sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi di Indonesia memang sudah berkembang secara kuantitas dibandingkan dengan negara lain. Tapi, Emilia menilai masih ada berbagai kekurangan seperti sarana dan prasarana serta kualitas pendidikan inklusi. "Sekolah seharusnya mempunyai bangunan, juga sarana dan prasarana yang sesuai dengan ketunaan muridnya," kata Emilia.