Beberapa personil polisi bersiaga di dalam truk yang digunakan mengevakuasi warga yang terluka saat terjadu aksi unjukrasa yang berujung ricuh di depan Markas Polisi Resort Poso, di kelurahan Kayamanya, Poso Kota, Kabupaten Poso, Sulteng, Sabtu (3/11). ANTARA/Zainuddin MN
TEMPO.CO, Manado - Kepala Kepolisian Resor Bolaang Mongondow Ajun Komisaris Besar Enggar Broto Seno membantah kabar bahwa polisi menggunakan peluru tajam dalam kerusuhan di Kecamatan Dumoga Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.
"Kami hanya menggunakan peluru karet dan gas air mata," ujar Enggar kepada Tempo, Kamis, 8 November 2012. Dia yakin peluru yang bersarang di tubuh korban meninggal Jondry Lolaen bukan berasal dari polisi. "Karena peluru tersebut merupakan peluru tajam."
Enggar meminta wartawan membantu mengingat detail kerusuhan yang terjadi pada Sabtu, 3 November lalu, itu. "Kan dengar sendiri bunyi tembakan yang bunyinya 'tang-tang-tang'," katanya. Bunyi itu, dia melanjutkan, berasal dari pelontar gas air mata.
Kepolisian sedang mengusut asal tembakan yang menewaskan Jondry Lolaen, warga Desa Tambun, tersebut. "Pelurunya sudah kami periksa," ucap Enggar.
Enggar mengatakan, seorang anggotanya sedang diperiksa Provost Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan berkaitan dengan kerusuhan antara warga Kelurahan Imandi dan warga Desa Tambun tersebut. Petugas berinisial CW itu diduga berpihak ke warga Imandi, dan ikut menyerang Desa Tambun pada Jumat, 2 November lalu. Peristiwa itu menyebabkan beberapa rumah terbakar. Kemudian Warga Tambun membalas keesokan harinya. Saat itulah Jondry tewas.