Busyro: Melempar Jumrah Bisa di Indonesia  

Reporter

Minggu, 21 Oktober 2012 13:38 WIB

Wakil ketua KPK, Busyro Muqoddas usai mengadakan pemaparan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi Kuartal-I di Jakarta, Senin (7/5). Dalam kuartal pertama kepemimpinan Abraham Samad, KPK menyatakan telah menyelamatkan kerugian pada keuangan negara senilai lebih dari 24 miliar rupiah. TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO.CO, Surakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas, punya sudut pandang sendiri mengenai salah satu rukun haji, yakni melempar jumrah. Pelaksanaan rukun ini dilakukan dengan melempar batu kerikil ke tiga tiang yang melambangkan iblis.



Busyro mengatakan selama ini dalam manasik haji selalu disampaikan bahwa jemaah calon haji harus melempar jumrah di Tanah Suci. Namun, tidak pernah disampaikan bahwa setelah kembali ke Indonesia, mereka harus tetap melempar jumrah.

"Jemaah haji bisa tetap melempar 'jumrah' di Indonesia. Yaitu ke para koruptor," katanya di Surakarta, Ahad, 21 Oktober 2012. Menurut Busyro, koruptor juga termasuk iblis yang harus menjadi musuh bersama. Namun, dia menambahkan, tentu tidak dengan melempari koruptor dengan kerikil atau kotoran sapi.

"Tapi dengan penelitian. Misalnya, aktif mencari informasi jika ada tetangga yang jadi pejabat, yang awalnya biasa-biasa saja, lalu tiba-tiba punya rumah dan mobil mewah. Ini mencurigakan," katanya. Jika memang ada indikasi korupsi, masyarakat bisa melempar jumrah dengan melaporkannya ke polisi, jaksa, atau KPK.

UKKY PRIMARTANTYO

Berita terkait

BW Anggap Pembangkangan KPK ke Ombudsman Hal yang Tak Patut

6 Agustus 2021

BW Anggap Pembangkangan KPK ke Ombudsman Hal yang Tak Patut

KPK menolak menjalankan tindakan korektif yang diberikan Ombudsman perihal alih status pegawai.

Baca Selengkapnya

Deputi Pencegahan Bantah Lakukan Pelanggaran Kode Etik KPK

4 Mei 2019

Deputi Pencegahan Bantah Lakukan Pelanggaran Kode Etik KPK

Dia mengatakan tak pernah diperiksa oleh Direktorat Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK.

Baca Selengkapnya

Catatan 19 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Internal KPK versi ICW

18 Oktober 2018

Catatan 19 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Internal KPK versi ICW

ICW merilis data mengenai 19 dugaan pelanggaran kode etik di internal KPK dalam rentang 2010-2018.

Baca Selengkapnya

Tanggapi Data ICW, KPK: Sebagian Besar Sudah Ditindaklanjuti

18 Oktober 2018

Tanggapi Data ICW, KPK: Sebagian Besar Sudah Ditindaklanjuti

ICW merilis data 19 dugaan pelanggaran kode etik di internal KPK dalam rentang 2010-2018.

Baca Selengkapnya

ICW Sebut Ada 19 Pelanggaran Kode Etik di Internal KPK

17 Oktober 2018

ICW Sebut Ada 19 Pelanggaran Kode Etik di Internal KPK

ICW menyebut ada 19 pelanggaran kode etik di internal KPK para periode 2010-2018.

Baca Selengkapnya

Tito Karnavian: Aris Budiman Tanpa Cacat dan Berintegritas

25 Oktober 2017

Tito Karnavian: Aris Budiman Tanpa Cacat dan Berintegritas

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, selama di Polri, Dirdik KPK Aris Budiman tanpa cacat dan berintegritas.

Baca Selengkapnya

Kajian Internal Soal Aris Budiman Sudah di Meja Pimpinan KPK

6 September 2017

Kajian Internal Soal Aris Budiman Sudah di Meja Pimpinan KPK

Hasil telaah pengawas internal terhadap Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman sudah berada di tangan pimpinan KPK.

Baca Selengkapnya

Komisi Hukum Nilai Laporan Aris Budiman Belum Tentu Ada Pidana

3 September 2017

Komisi Hukum Nilai Laporan Aris Budiman Belum Tentu Ada Pidana

Nasir berpendapat bahwa laporan Aris Budiman terhadap Novel tidak akan menganggu hubungan antara kepolisian dengan KPK.

Baca Selengkapnya

Pengawas Internal KPK Mulai Bekerja Periksa Kasus Aris Budiman

3 September 2017

Pengawas Internal KPK Mulai Bekerja Periksa Kasus Aris Budiman

Pemeriksaan ini berkaitan dengan kedatangan Aris Budiman ke rapat panitia khusus hak angket DPR RI.

Baca Selengkapnya

Pengamat Nilai Aris Serang KPK Untuk Tutupi Perkaranya

3 September 2017

Pengamat Nilai Aris Serang KPK Untuk Tutupi Perkaranya

Laporan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman terhadap Novel Baswedan dinilai tidak tepat.

Baca Selengkapnya