TEMPO.CO, Padang - Pengamat hukum dari Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, menyatakan belum saatnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK direvisi. "Kita takutkan adanya penumpang gelap. Jadi, saat ini bukan waktu yang tepat untuk merevisi. Apalagi, di tengah-tengah semangat permusuhan sebagian elite politik atau anggota DPR di Senayan," ujarnya di Padang, Rabu 26 September 2012.
Menurut Saldi, rencana Komisi 3 DPR RI mengajukan revisi UU KPK itu dilatari ketakutan terhadap kewenangan yang dimiliki KPK saat ini. "Mereka mulai merasa diganggu, tidak nyaman, dan dimata-matai. Dan mereka berpikir, UU ini harus direvisi," ujarnya.
Seharusnya, kata Saldi, ada upaya untuk meningkatkan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi, bukan malah melemahkan. Sebab, saat ini KPK lah satu-satunya institusi hukum yang diharapkan untuk memberantas korupsi.
"Mereka merevisi karena niat tidak baik. Itu yang kita tolak," ujarnya.
Adapun poin-poin dalam draf rancangan revisi yang dapat melemahkan kewenangan KPK, di antaranya pembentukan Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk DPR, pengembalian fungsi penuntutan KPK ke Kejaksaan Agung, penyadapan harus dengan persetujuan pengadilan, dan pemberian kewenangan penghentian perkara melalui surat perintah penghentian penyidikan
"Itu yang akan melemahkan posisi KPK. Mereka tak bisa lagi melakukan lompatan besar dalam memberantas korupsi," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Hukum Universitas Andalas ini.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bisa direvisi jika ada persetujuan bersama antara DPR dan pemerintah. "Kita berharap Menkumham menolak revisi dan tidak ikut membahasnya," ujarnya.
Menurut Saldi, korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Korupsi tidak bisa diberantas secara biasa. Hukum acaranya pun harus luar biasa. "Jadi, untuk kejahatan ini harus berpikir extra ordinary juga, serba luar biasa," ujarnya.
ANDRI EL FARUQI
Berita Terpopuler
Menteri Purnomo Ancam Wartawan Jakarta Post?
Jokowi-Basuki Akan Kembangkan Kereta Api
Kewenangan KPK Dikebiri, Penasihat Ancam Mundur
Pangkas Kewenangan KPK, DPR Dinilai Lucu
Berita terkait
BW Anggap Pembangkangan KPK ke Ombudsman Hal yang Tak Patut
6 Agustus 2021
KPK menolak menjalankan tindakan korektif yang diberikan Ombudsman perihal alih status pegawai.
Baca SelengkapnyaDeputi Pencegahan Bantah Lakukan Pelanggaran Kode Etik KPK
4 Mei 2019
Dia mengatakan tak pernah diperiksa oleh Direktorat Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK.
Baca SelengkapnyaCatatan 19 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Internal KPK versi ICW
18 Oktober 2018
ICW merilis data mengenai 19 dugaan pelanggaran kode etik di internal KPK dalam rentang 2010-2018.
Baca SelengkapnyaTanggapi Data ICW, KPK: Sebagian Besar Sudah Ditindaklanjuti
18 Oktober 2018
ICW merilis data 19 dugaan pelanggaran kode etik di internal KPK dalam rentang 2010-2018.
Baca SelengkapnyaICW Sebut Ada 19 Pelanggaran Kode Etik di Internal KPK
17 Oktober 2018
ICW menyebut ada 19 pelanggaran kode etik di internal KPK para periode 2010-2018.
Baca SelengkapnyaTito Karnavian: Aris Budiman Tanpa Cacat dan Berintegritas
25 Oktober 2017
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, selama di Polri, Dirdik KPK Aris Budiman tanpa cacat dan berintegritas.
Baca SelengkapnyaKajian Internal Soal Aris Budiman Sudah di Meja Pimpinan KPK
6 September 2017
Hasil telaah pengawas internal terhadap Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman sudah berada di tangan pimpinan KPK.
Baca SelengkapnyaKomisi Hukum Nilai Laporan Aris Budiman Belum Tentu Ada Pidana
3 September 2017
Nasir berpendapat bahwa laporan Aris Budiman terhadap Novel tidak akan menganggu hubungan antara kepolisian dengan KPK.
Baca SelengkapnyaPengawas Internal KPK Mulai Bekerja Periksa Kasus Aris Budiman
3 September 2017
Pemeriksaan ini berkaitan dengan kedatangan Aris Budiman ke rapat panitia khusus hak angket DPR RI.
Baca SelengkapnyaPengamat Nilai Aris Serang KPK Untuk Tutupi Perkaranya
3 September 2017
Laporan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman terhadap Novel Baswedan dinilai tidak tepat.
Baca Selengkapnya