TEMPO.CO, Jakarta -Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Perikanan dan Kelautan membantu nelayan menghadapi kemungkinan cuaca ekstrem akibat siklon tropis yang meningkat. Terlebih, masih banyak nelayan Indonesia yang memiliki peralatan sederhana saat melaut.
"Struktur alat tangkap dan armada nelayan kita 92 persen tradisional, tentu berisiko," kata Sekretaris Jenderal Kiara, Riza Damanik, saat dihubungi Tempo, Kamis 23 Agustus 2012.
Menurut dia, selama tiga tahun terakhir jumlah nelayan Indonesia yang hilang dan meninggal akibat cuaca ekstrem terus meningkat. Pada tahun 2010, Kiara mencatat ada 86 nelayan meninggal, tahun 2011 sekitar 146 jiwa nelayan melayang dan terakhir tahun 2012 dari Januari-Agustus tercatat 186 nelayan meninggal dunia.
Karena itu, Kiara mendesak pemerintah melakukan setidaknya empat cara untuk melindungi nelayan. Pertama, pemerintah harus segera memperbaiki sistem informasi di tingkat kabupaten hingga desa, tentang informasi cuaca buruk. "Jadi kalau ada info cuaca buruk nelayan bisa dicegah melaut," kata Riza.
Kedua, pemerintah diharapkan segera membentuk sistem asuransi bagi nelayan, baik asuransi jiwa maupun kapal. Yang ketiga, pemerintah perlu memulai sistem ekonomi kreatif dan adaptif sehingga nelayan punya pilihan mata pencaharian lain. Cara keempat, yakni dengan meremajakan dan mereboisasi hutan-hutan mangrove di Indonesia. Sebab hutan mangrove sangat membantu nelayan dikala cuaca laut tak bersahabat. Nelayan tak perlu jauh-jauh mencari ikan. "Dengan empat cara itu, diharapkan bisa membantu nelayan hadapi cuaca ekstrim," kata Riza.
Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan dalam enam dasawarsa terjadi peningkatan Siklon Tropis sebanyak 878 persen. Bahkan selama tiga bulan terakhir, Juni hingga Agustus Siklon Tropis yang berdampak pada bencana banjir dan tanah longsor telah mendominasi bencana secara global.
"Lebih dari 700 orang meninggal dan jutaan penduduk menderita," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam siaran persnya hari ini.
INDRA WIJAYA
Berita terkait
Mahasiswa Unnes Ciptakan Alat Pemantau Longsor di Banjarnegara
7 Maret 2022
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) menciptakan alat pemantau longsor. Alat tersebut sudah dipasang di Banjarnegara.
Baca SelengkapnyaLongsor Banjarnegara, 4 Orang Ditemukan Tewas
20 November 2021
Longsor Banjarnegara pada Jumat malam menimpa dua rumah warga.
Baca SelengkapnyaLongsor di Banjarnegara Disebabkan Tanggul Irigasi Jebol
2 November 2019
Longsor ini menyebabkan dua rumah tertimbun dan satu orang meninggal.
Baca SelengkapnyaLongsor di Banjarnegara, Satu Orang Meninggal Dunia
2 November 2019
Retakan tanah tersebut berlokasi di sebelah timur rumah yang kemudian tertimbun longsor.
Baca SelengkapnyaLongsor di Banjarnegara 1 Orang Tewas
25 September 2016
Rumah itu tertimpa reruntuhan tanah dan menewaskan satu orang dan delapan anggota keluarga lainnya luka-luka.
Baca Selengkapnya3 Warga Banjarnegara Jadi Korban Longsor Susulan
19 Juni 2016
Ketiga korban sedang membersihkan longsor saat terjadi
longsor susulan.
Longsor Banjarnegara, Enam Korban Sudah Dimakamkan
19 Juni 2016
Korban meninggal di Grumbul Wanarata disebabkan tertimbun material longsor susulan saat sedang bekerja bakti menyingkirkan longsoran.
Baca SelengkapnyaLongsor di Banjarnegara, 6 Warga Meninggal
19 Juni 2016
Enam orang yang meninggal sudah dievakuasi, sementara satu korban masih dalam pencarian.
Baca SelengkapnyaDarurat Longsor Banjarnegara Berakhir, Potensi Lonsor Masih Ada
13 April 2016
Potensi longsor masih ada apabila curah hujan tinggi.
Baca SelengkapnyaLongsor Banjarnegara, Warga Kuras Kolam Ikan
31 Maret 2016
Longsoran diperkiraan sudah bergerak sejauh 2-3 kilometer dari ujung hingga bawah. Sedang lebar longsoran 100 -200 meter.
Baca Selengkapnya