TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum pidana khusus Kejaksaan Agung menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa kasus suap dan pencucian uang Dhana Widyatmika. Tanggapan jaksa atas eksepsi Dhana dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 12 Juli 2012.
"Kami mohon majelis hakim menyatakan surat dakwaan kami sudah jelas, cermat, dan lengkap, eksepsi penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima, dan menetapkan pemeriksaan perkara Dhana dilanjutkan," kata jaksa M. Yusuf Tangai saat membacakan tanggapannya.
Jaksa menyatakan keberatan Dhana seharusnya tidak dipertimbangkan majelis hakim, yang dipimpin hakim Herdi Agusten itu. Alasannya, keberatan itu sudah masuk materi pokok perkara dan melenceng dari ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Karena itu, keberatan Dhana harus dikesampingkan dan dibuktikan lewat pemeriksaan saksi di persidangan.
Jaksa justru menilai tim penasihat hukum tidak serius bersidang, karena tidak menandatangani surat eksepsi. "Sangat ironis penasihat hukum secara hiperbolis mengatakan kami tidak cermat, tapi mereka sendiri membuat eksepsi yang patut dipertanyakan keabsahannya," kata Jaksa Noer Hadi. "Argumentasi mereka mengada-ada dan sekadar berasumsi."
Pengacara Dhana, Luthfi Hakim, menyesalkan tanggapan jaksa yang tidak menjawab poin-poin eksepsi pihaknya. Di antaranya soal nilai kerugian negara, pemrosesan pelaporan, dan penghitungan keuangan negara yang tidak melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan. "Tanggapan jaksa lucu-lucuan saja. Soal pihak pelapor kasus ini, misalnya, jaksa bilang itu rahasia. Rahasia gimana kalau kasusnya sudah ke pengadilan?" katanya.
Dalam eksepsi yang dibacakan Senin lalu, kubu Dhana mempertanyakan dakwaan jaksa. Menurut mereka, dakwaan tidak menyebut jelas nilai kerugian negara, apakah Rp 1,28 miliar ataukah hanya bunga Rp 241 juta. Jaksa juga dinilai tidak profesional karena melakukan penghitungan kerugian negara tanpa bantuan auditor Badan Pemeriksa Keuangan.
Dhana terancam hukuman 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar karena dijerat dakwaan berlapis. Pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu disebut menerima gratifikasi Rp 2 miliar, antara lain dari koleganya, Herly Isdiharsono, dan Rp 750 juta berupa cek pelawat Bank Mandiri dari Kepala Sub-Bagian Verifikasi Bagian Keuangan Pemerintah Kota Batam Erwinta Marius.
Ia juga disebut melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan keuangan negara. Perbuatan itu dilakukan Dhana bersama rekannya di Ditjen Pajak terkait pemeriksaan khusus terhadap wajib pajak badan PT Kornet Trans Utama. Pemeriksaan terhadap PT Kornet dilakukan tanpa validasi KPP.
Adapun dalam dakwaan ketiga, Dhana didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Caranya antara lain dengan menempatkan dana ke dalam 13 rekening, dengan total transaksi Rp 11,4 miliar dan US$ 302.189; membeli logam mulia seberat 1.100 gram; membeli tanah dan properti di sebelas tempat; serta membeli mata uang asing dan jam tangan merek Tissot serta Monaco.
ISMA SAVITRI
Berita lain:
Kejaksaan Periksa Mantan Kolega Dhana Widyatmika
KPK Selidiki Restitusi Pajak Bhakti Investama
Suap Pajak, KPK Sita Dokumen Pajak Bhakti
Promosi Karir bagi Pelapor Kasus Pajak
Ayah Tommy Juga Dicegah ke Luar Negeri
Berita terkait
Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency
9 hari lalu
Kesepakatan kerja sama ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di kedua negara.
Baca SelengkapnyaPrabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak
39 hari lalu
Respons Direktorat Jenderal Pajak terhadap pernyataan Prabowo Subianto yang membanggakan rasio pajak era Orba.
Baca SelengkapnyaDampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara
42 hari lalu
Penggunaan meterai palsu secara marak bisa mengganggu sistem pajak dan merugikan negara
Baca SelengkapnyaRafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
50 hari lalu
Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.
Baca SelengkapnyaVonis Gayus Tambunan 13 Tahun Lalu, Dijuluki Mafia Pajak yang Judi dan Nonton Tenis saat Dipenjara
19 Januari 2024
Setelah genap 13 tahun mendekam di penjara, begini kilas balik kasus Gayus Tambunan
Baca SelengkapnyaDJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
5 Januari 2024
DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.
Baca Selengkapnya2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya
29 November 2023
Setelah tanggal 31 Desember 2023, masyarakat menggunakan NIK untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Begini caranya jadi NPWP
Baca SelengkapnyaBegini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum
29 November 2023
Kemenkeu akan segera menerapkan kebijakan NIK jadi NPWP secara penuh pada pertengahan 2024. Berikut cara cek NIK yang sudah tertintegrasi dengan NPWP.
Baca SelengkapnyaBegini Cara Memadankan NIK-NPWP
8 November 2023
Memadankan NIK-NPWP dilakukan paling lambat Desember 2023. Begini caranya.
Baca SelengkapnyaDJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated
27 Oktober 2023
DJP memastikan bahwa kerahasiaan data yang berkaitan dengan wajib pajak akan terjaga saat skema prepopulated diterapkan.
Baca Selengkapnya