TEMPO.CO, Wassenaar - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru dua tahun lalu dibentuk, bertekad menanggalkan jaket partai saat bertugas. Sebab para penggawanya ingin lembaganya adil, profesional, transparan, serta sesuai namanya, akuntabel.
"Problem konflik kepentingan ini tantangan BAKN. Kami ingin menghasilkan yang terbaik untuk rakyat, bukan partai," ujar anggota BAKN, Eva Kusuma Sundari, di Wassenaar, Rabu, 23 Mei 2012 malam. Ia menyampaikan hal tersebut saat berdialog dengan mahasiswa Indonesia di kediaman Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Retno L.P. Marsudi.
Menurut dia, itulah salah satu hal penting yang didapat dari studi banding ke Inggris dan Belanda. Lembaga serupa BAKN dan institusi terkait di kedua negara itu menjunjung tinggi martabat tanpa mempolitisasi kerjanya. Dampaknya, hasil kerja mereka dipercaya dan diandalkan semua pihak. "Kalau BAKN salah, misal dengan melakukan sesuatu yang mencederai kepercayaan orang, ya enggak akan berkontribusi apa-apa," kata Eva.
Personel BAKN lainnya kontan mengiyakan pendapat itu. "Itu sudah kami sepakati di BAKN," ucap politikus Partai Demokrat, Yahya Secawiria.
Di Belanda, memang semua petinggi lembaga yang disambangi BAKN menekankan pentingnya independensi dan kinerja yang zonder bias politik. Misalnya, Public Expenditure Committee (PEC), institusi serupa BAKN di Belanda. Wakil Ketua PEC J.H. ten Broeke menyatakan, "Kerja kami tidak dipolitisasi. Tidak penting siapa yang mendapat posisi di PEC karena pembayar pajak hanya ingin satu hal, yakni uangnya dibelanjakan dengan benar."
Hal senada dituturkan Presiden Badan Pemeriksa Keuangan Belanda Saskia Stueveling. "Begitu kami (terpilih) di sini, hal yang utama adalah hasil audit, bukan partai. Jika ada proyek dengan anggaran sejuta euro, tapi menghabiskan sepuluh juta euro, semua partai ikut merugi juga," ujar politikus Partai Buruh itu.
Sekretaris Dewan Pimpinan Biro Perencanaan Pusat (CPB) Edwin R. van Der Haar juga menjelaskan lembaganya melayani kepentingan pembayar pajak yang menggaji mereka, bukan kepentingan pemerintah. Bagi CPB, rezim penguasa akan terus berganti, sehingga jarak yang sama dijaga terhadap koalisi maupun oposisi.
Hal serupa sayangnya belum terwujud di Indonesia. Eva menilai institusi penghasil data dan rekomendasi penting masih cenderung parsial. Baik Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, maupun Badan Pemeriksa Keuangan terlihat bias secara politik.
"Siapa yang mau pakai data BPS kalau definisi kemiskinan maju-mundur. Independensi BPK juga dipertanyakan, seperti dalam audit kasus Bank Century, hasilnya malah dibawa ke Presiden sebelum ke parlemen. Itu merusak kepercayaan," tuturnya.
Studi banding delegasi di Eropa berlangsung enam hari. Tiga hari pertama pekan lalu dilaksanakan di Inggris, sedangkan tiga hari berikutnya di Belanda. Tujuan utama kunjungan adalah peningkatan kapasitas kelembagaan yang hasilnya akan diolah sebagai bahan revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pelajaran menarik lainnya dari Belanda ialah adanya lembaga serupa BAKN di parlemen daerah. Eva berpendapat, dengan begitu, beban BAKN, yang kini bertugas menelaah semua laporan BPK, bakal berkurang. Hal tersebut bisa juga menjadi pendidikan politik yang baik untuk masyarakat jika semua prakteknya transparan. Perbaikan simultan dipandangnya harus berlangsung di pusat dan daerah. Hanya, memang ada kemungkinan justru transaksi politik di daerah makin gencar terjadi.
Adapun dari Inggris, BAKN ingin mendapat kewenangan Public Account Committee (PAC) untuk meminta BPK memeriksa rencana pemerintah, atau lazim disebut pre-audit. Selama ini, audit dilakukan untuk kegiatan yang telah terlaksana. Sedangkan pre-audit dapat menjadi alat penting mencegah penyalahgunaan anggaran negara. Contohnya, PAC meminta BPK Inggris melakukan pre-audit rencana penyelenggaraan Olimpiade yang bakal berlangsung di London tahun ini.
Masukan-masukan berharga yang dapat meningkatkan kapasitas BAKN tersebut diharapkan bisa masuk revisi UU MD3. "Mudah-mudahan kami bisa duduk sebagai anggota panitia khususnya. Kami akan berjuang keras untuk revisi ini," kata Yahya.
BUNGA MANGGIASIH (WASSENAAR)
Berita terkait
Ketua Banggar DPR: Ini Saat yang Tepat untuk Polri Berbenah
15 Oktober 2022
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengatakan, ini saat yang tepat untuk Polri berbenah setelah serangkaian peristiwa yang terjadi.
Baca SelengkapnyaDPR dan Sri Mulyani Sepakat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di RAPBN 2021
11 September 2020
Badan Anggaran DPR dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyepakati asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen pada 2021.
Baca SelengkapnyaBadan Anggaran DPR Tegaskan Dukung Perpu Covid-19
4 Mei 2020
Badan Anggaran DPR menegaskan mereka mendukung Perpu Covid-19.
Baca SelengkapnyaDPR Bentuk Alat Kelengkapan Dewan, Berikut Peta Incaran Partai
9 Oktober 2019
PDIP dan Golkar memginginkan Komisi XI yang membidangi keuangan atau Badan Anggaran DPR.
Baca Selengkapnya2020, Belanja Pemerintah Pusat Disepakati Naik Jadi 1.683,47 T
11 September 2019
Rapat yang dihadiri Kementerian Keuangan dan Badan Anggaran DPR kemarin sepakat untuk menaikkan pagu anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2020.
Baca SelengkapnyaPegang HP saat Pidato, Jokowi Sindir Pejabat Suka ke Luar Negeri
16 Agustus 2019
Jokowi menyindir para pejabat yang suka studi banding ke luar negeri.
Baca SelengkapnyaRancangan APBN 2019 Disepakati, Ini Detailnya
11 Juli 2018
Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui asumsi makro di Rancangan APBN 2019 dan target pembangunan tahun depan.
Baca Selengkapnya3 Komisi Belum Lapor ke Banggar, Pembahasan APBN 2018 Ditunda
23 Oktober 2017
Badan Anggaran (Banggar) DPR menunda pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani dan DPR Sepakati Perubahan R-APBN 2018
4 Oktober 2017
Sri Mulyani menyatakan terdapat beberapa perubahan dalam RAPBN 2018 terutama asumsi dasar makro.
Baca SelengkapnyaDjarot Tolak DPRD Minta Biaya ke Luar Negeri 3 Kali Lipat
3 Oktober 2017
Djarot menyatakan menolak permintaan anggota DPRD, yang menginginkan biaya kunjungan anggota Dewan ke luar negeri dinaikkan hingga tiga kali lipat.
Baca Selengkapnya