TEMPO.CO, Jayapura - Direktur Eksekutif The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Poengky Indarti mengutuk insiden penembakan di Papua yang dilakukan kelompok tak bertanggung jawab.
Kasus penembakan terakhir terjadi di Jayapura dan menewaskan seorang mahasiswa, Terjoli Weya atau sebelumnya disebut Terelli Karoba, Selasa,1 Mei 2012. Komite Nasional Papua Barat mengklaim korban adalah anggotanya yang tertembak di bagian perut saat hendak pulang usai berdemonstrasi di Taman Imbi, Jayapura.
Di bagian lain, menurut saksi mata, seseorang tertembak di hari yang sama saat pengibaran Bintang Kejora di Lapangan Makam Theys Eluay di Sentani, Kabupaten Jayapura. “Penembakan telah meresahkan rakyat Papua. Setelah kasus penembakan di Mulia dan Freeport, aparat dituntut kesigapan dan profesionalitasnya untuk bisa mengungkap para pelaku dan menyeretnya ke proses pidana,” kata Poengky, Kamis, 3 Mei 2012.
Poengky mengatakan selama ini kelompok Organisasi Papua Merdeka selalu dituding ada di balik aksi penembakan. “Tetapi, toh, polisi selalu gagal membuktikan tudingan itu. Statemen Kapuspen TNI tanggal 18 April saat menjawab pertanyaan wartawan terkait penembakan di Mulia, bahwa operasi intelijen punya jalur khusus di luar jalur polisi, justru makin menguatkan dugaan kami,” ujarnya.
Oleh karena itu, Imparsial menduga telah terjadi suatu operasi intelijen berupa penembakan misterius di Papua. Maka, Imparsial meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan DPR RI mengevaluasi kinerja intelijen di Papua agar tidak melakukan aksi-aksi yang justru melanggar HAM. “Apalagi Indonesia saat ini sedang disorot dunia internasional dalam hal penegakan HAM di Papua,” ucapnya.
Poengky menjelaskan, dugaan adanya operasi intelijen di Papua berupa penembakan atau pembunuhan misterius bermula dari polisi yang selalu gagal mengindentifikasi pelaku. “Aksi-aksi terjadi saat di Papua ada perayaan tertentu. Misalnya pada Konferensi Perdamaian Papua, 7 Mei 2011, muncul kasus pembakaran dan pembunuhan sopir taksi oleh orang tak dikenal.”
Pada tanggal 1 Agustus 2011 juga terjadi pembunuhan di Kampung Nafri, Jayapura, juga oleh orang tak dikenal. Demikian juga menjelang aksi Komite Nasional Papua Barat pada 2 Agustus dan 19 Oktober terjadi pembunuhan terhadap tiga orang peserta Kongres Rakyat Papua.
Di lain pihak, juru bicara Internasional Komite Papua Barat Viktor Yeimo mengatakan bahwa serpihan peluru dari korban penembakan di Jayapura telah diserahkan pada kepolisian. “Kita minta agar kasusnya diusut tuntas,” katanya.
JERRY OMONA
Berita terkait
Mabes Polri Belum Usut Penyebar Kabar Bohong Tolikara
25 April 2016
Kepolisian mengungkapkan kerusuhan di Tolikara Papua merupakan kabar bohong.
Baca SelengkapnyaPolri Bantah Ada Kerusuhan di Tolikara
25 April 2016
Polri mengakui ada seorang pegawai Dinas Kependudukan yang meninggal.
Baca SelengkapnyaTolikara Rusuh Lagi, 1 Tewas 95 Rumah Dibakar
24 April 2016
Konflik Tolikara ini sudah terjadi sejak 9 April 2016 dan berlangsung hingga hari
ini.
Rusuh Tolikara, Hasil Uji Balistik: Bukan Peluru Polisi
8 September 2015
Selain melakukan uji balistik, Polda Papua juga sudah menggelar sidang pelanggaran disiplin terhadap personel Polres Tolikara.
Baca SelengkapnyaJokowi Minta Pelaku Kerusuhan di Tolikara Diproses Hukum
11 Agustus 2015
Jokowi minta agar pelaku, aktor, maupun aparat yang salah prosedur penanganannya harus diperiksa dalam kasus Tolikara.
Baca SelengkapnyaPresiden GIDI Minta Penyidikan Kasus Tolikara Dihentikan
11 Agustus 2015
Presiden GIDI minta Kapolda Papua menyerahkan proses penyelesaian masalah tersangka kepada gereja dan umat muslim Tolikara.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM: Temukan Aparat yang Menembak Warga Tolikara
10 Agustus 2015
Komnas HAM mendesak Menkopolhukam agar memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI mengusut penembakan Tolikara.
Baca SelengkapnyaRusuh Tolikara, Komnas HAM Temukan 4 Pelanggaran
10 Agustus 2015
Komnas HAM menemukan empat indikasi pelanggaran HAM pada kerusuhan di Tolikara.
Baca SelengkapnyaHasil Investigasi Tolikara, Komnas: Ada 4 Pelanggaran HAM
10 Agustus 2015
Pemerintah memastikan kerusuhan di Kabupaten Tolikara, Papua, tidak dipicu oleh isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca SelengkapnyaTolikara Pulih, Begini Proses Pembangunan Musala dan Ruki
10 Agustus 2015
Pembangunan 85 ruki dan musalah untuk menggantikan ruki dan musalah yang terbakar saat amuk massa pada 17 Juli lalu.
Baca Selengkapnya