TEMPO.CO, Yogyakarta - Konflik di Kadipaten Pakualaman setelah 14 tahun meninggalnya Paku Alam XIII menajam. Paku Alam IX yang saat ini juga menjabat sebagai Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ditandingi dengan pengukuhan Kanjeng Pangeran Haryo Anglingkusumo sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam IX.
Pengukuhan dilakukan oleh masyarakat Adikarto Kulonprogo bersama masyarakat hukum adat Sabang-Marauke, Ahad, 15 April 2012, di Pendopo Pantai Glagah, Kulon Progo. Pengukuhan itu disaksikan oleh sekitar 400 masyarakat Adikarto atau warga pesisir selatan Kulon Progo. Selain itu juga ada 15 perwakilan masyarakat hukum adat Sabang-Merauke.
“Pengukuhan ini sebagai bentuk keprihatinan dari masyarakat atas suksesi di Pakualaman yang sudah 12 tahun, tapi belum ada penyelesaian,” ujar Ketua Masyarakat Adat Sabang Merauke, Angga Pratama Handriansyah Putra, Ahad, 15 April 2012.
Pengukuhan ini dilakukan dalam rangkaian ritual budaya sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen nelayan dan petani. Selain itu juga untuk menyongsong dua abad Kadipaten Pakualaman yang didirikan KGPAA Pakualam I dan 102 tahun KGPAA Paku Alam VIII.
Prosesi pengukuhan ini diawali salawatan. Setelah itu dilakukan pengukuhan oleh tokoh agama dan masyarakat yang ditandai dengan penyematan lencana dan pengalungan rangkaian bunga mawar putih. Lalu, ada penandatanganan berkas acara yang akan diajukan kepada notaris untuk mendapatkan legalitas formal.
Menurut Angga, masyarakat melihat sosok Kanjeng Pangeran Haryo Anglingkusumo bisa berdiri di belakang masyarakat dan mampu memberikan pengayoman. Adikarto dulunya adalah wilayah kabupaten di selatan Kulonprogo. ”Yang benar dan yang batil akan kelihatan,” kata Angga.
Dengan adanya pengukuhannya sebagai Paku Alam IX, Anglingkusumo menyerahkan penilaiannya kepada masyarakat. Sebab yang mendaulat dia menjadi Pakualam IX adalah masyarakat.
"Saya akan melakukan koordinasi dengan internal Kadipaten Puro Pakualaman. Termasuk untuk acara jumenengan (pengukuhan) di Pakualaman," kata Anglingkusumo.
Namun ia tidak tidak akan mengupayakan adanya gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) seperti yang disarankan para ahli hukum. Dia tetap berharap adanya rekonsiliasi di dalam internal keluarga Puro Pakualaman.
Awal konflik di Puro Pakualaman dimulai seribu hari setelah meninggalnya Paku Alam VIII. Dalam buku karangan Anglingkusumo berjudul Dinasti yang Terkoyak edisi kedua, tertulis prosesi suksesi belum mendapatkan legitimasi dari separuh ahli waris. Namun dalam proses yang ada dipaksakan dan menunjuk Kanjeng Pangeran Haryo Ambarkusumo segera naik takhta menjadi Paku Alam IX .
Sementara menurut Ketua Hudyana Yogyakarta (keluarga Trah Pakualaman) Parastho Kusumo, pengukuhan Anglingkusumo tidak benar. Penobatan seorang adipati (paku alam) ada aturan dan itu sudah dilakukan di internal Pakualaman yang menobatkan Pakualam Ambarkusumo menjadi Paku Alam IX. Pengangkatan juga tidak asal-asalan dan menggunakan tata cara dan mekanisme yang ada paugeran-nya (aturan). "Ini jelas tidak nyambung," kata dia.
Apalagi pengukuhan seorang adipati hanya dalam prosesi sedekah bumi. Seharusnya prosesi penobatan dilakukan di Kadipaten Pakualaman dengan mengggunakan mekanisme dan aturan yang ada dan tidak bisa dilakukan oleh pihak luar di tempat yang sembarangan.
Diakuinya, permasalahan ini merupakan buntut suksesi dari Paku Alam VII ke Paku Alam IX. Saat itu semua keluarga Pakualaman sudah duduk bersama dan menyelesaikan masalah. Termasuk menentukan Paku Alam IX untuk dinobatkan. Namun, dalam pertemuan itu ada berbedaan pandangan.
MUH SYAIFULLAH
Berita terkait
Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum
25 hari lalu
Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.
Baca SelengkapnyaNyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada
47 hari lalu
Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.
Baca SelengkapnyaSultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai
14 Februari 2024
Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.
Baca SelengkapnyaTahun Ini Usia Cirebon Lebih Muda, Apa Sebabnya?
9 Januari 2024
Melalui hasil rapat panitia khusus disepakati ulang tahun Cirebon jatuh pada 1 Muharram 849 Hijriah
Baca Selengkapnya3 Keraton di Cirebon Ini, Masukkan dalam Daftar Kunjungan Wisata Sejarah
2 November 2023
Cirebon punya berbagai destinasi wisata sejarah yang patut dikunjungi, di antaranya 3 Keraton, yakni Keraton Kasepuhan Cirebon, Kanoman, Kacirebonan.
Baca SelengkapnyaKeraton-Keraton di Indonesia Potensial Jadi Bagian dari Wellness Tourism
20 September 2023
Tanri Abeng menggelar talkshow yang membahas tentang wellness tourism dikaitkan dengan keberadaan 56 keraton di Indonesia.
Baca SelengkapnyaUNESCO Tetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia, Panggung-Kraton-Tugu
19 September 2023
UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia dari Indonesia pada Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage.
Baca SelengkapnyaDestinasi Wisata 3 Keraton di Cirebon: Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan
29 April 2023
Di Cirebon, terdapat 3 keraton yang memiliki sejarah yang unik, yakni Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Ini destinasi wisata di Cirebon.
Baca SelengkapnyaCatatan Peristiwa Memanas Keraton Surakarta dalam Kaleidoskop 2022
28 Desember 2022
Peristiwa konflik internal Keraton Surakarta yang memanas mewarnai pemberitaan media massa menjelang akhir tahun 2022
Baca SelengkapnyaTiga Penjual Batik di Yogyakarta
15 Oktober 2022
Jika Anda ingin mencari kain batik dengan corak gaya modern, maka sangat direkomendasikan untuk pergi berbelanja di Batik Rumah Suryowijayan.
Baca Selengkapnya