Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, saat mengikuti rapa t kerja gabungan membahas sengketa GKI Yasmin, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu, 8 Februari 2012. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan surat teguran keras kepada Front Pembela Islam (FPI). Surat teguran ini terkait dengan tindakan perusakan kantor Kemendagri yang dilakukan para peserta aksi unjuk rasa dan diperkuat oleh massa dari FPI pada pertengahan Januari lalu. Namun, surat ini tidak langsung berujung pada pembekuan FPI.
"Kalau (setelah ditegur) masih melakukan, baru kita mengambil tindakan pembekuan sesuai dengan Undang-Undang No 8 Tahun 1985," ujar Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat ditemui, Rabu, 15 Februari 2012.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 mengatur sejumlah tahapan yang harus dilalui sebuah organisasi massa sampai akhirnya bisa dibubarkan. "Sekarang sampai pada tahap kedua, yaitu teguran keras," kata Gamawan.
Jika pelanggaran berupa gangguan keamanan dan ketertiban kembali dilakukan FPI, baru akan terjadi pembekuan. Selanjutnya, pembubaran--yang merupakan tahap paling akhir--dapat dilakukan jika ormas tersebut kembali terlibat dalam suatu tindakan kekerasan. "Itu dari segi organisasi dan kita menghormati supremasi hukum. Hukum menentukan tahapannya seperti itu," ujarnya.
Lebih lanjut, Gamawan menyatakan kasus seperti ini bisa menjadi bahan introspeksi bagi pemerintah sendiri. "Perlu diatur supaya jelas bagaimana seharusnya membentuk ormas, bagaimana fungsinya berjalan baik, dan bagaimana pembinaannya," ujarnya.
Gamawan juga menyoroti proses pembentukan 64.577 ormas di pusat dan daerah. "Itu baru yang terdaftar, belum yang tidak terdaftar," tambahnya.
Yang jelas, terkait pelaku kekerasan yang menjadi bagian dari tindakan FPI, Gamawan menilainya bukan wewenang Kemendagri. Tindak pidana yang dilakukan anggota sebuah ormas tertentu diserahkan pada aparat penegak hukum. "Itu menjadi ranah kepolisian dan saya dengar polisi sudah mengambil tindakan yang tegas soal itu," katanya.