TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Papua, Lipiyus Biniluk, mengatakan perlu penyelesaian unik untuk mendamaikan Papua. "Masalah kami tak sama dengan daerah lain di Indonesia," ujarnya, Kamis 2 Desember 2012.
Ia mengatakan masalah yang terjadi di Papua disebabkan oleh berbagai macam hal. "Tak hanya konflik politik, melainkan juga konflik sosial dan ekonomi," ujarnya. Karena itu Lipiyus berharap segera dilakukan upaya untuk menyelesaikan masalah yang beragam ini.
Penyelesaian masalah tersebut tak cukup hanya dengan dialog antara pemerintah pusat dan rakyat Papua. "Ada pihak-pihak lain yang harus diajak," ujar Lipiyus.
Pihak-pihak yang dimaksud Lipiyus adalah aparat keamanan, gerilyawan, pengusaha, baik asing ataupun domestik yang beroperasi di Papua, serta orang-orang Papua yang berada di luar negeri. "Agar pembahasan mengenai masalah Papua yang beragam lengkap dibahas," ujarnya.
Lipiyus yang bersama timnya menemui Presiden SBY, Rabu 1 Februari 2012, menyambut baik upaya pemerintah pusat atas usulannya tersebut. "Rakyat Papua sudah lama menunggu respons ini," ujarnya.
Menurut Lipiyus, dalam pertemuan kemarin Presiden telah menugaskan Wakil Presiden Boediono untuk merintis dialog dengan rakyat Papua. "Mesti dilakukan dialog terbuka untuk selesaikan masalah Papua," ujar Lipiyus mengutip SBY.
Atas respons ini, Lipiyus akan segera pulang ke Papua untuk melakukan koordinasi dengan unsur-unsur pelaku dialog di sana. "Akan kami bahas segera format kerangka dialognya," ujarnya.
Pihaknya, kata Lipiyus, akan mensosialisasikan kabar ini kepada masyarakat di sana melalui Jaringan Damai Papua. "Agar unsur yang terlibat, dari gerilyawan hingga pengusaha, siap berdialog," ujarnya. Hal tersebut dilakukan semata untuk mengembalikan kedamaian di pulau paling barat Indonesia tersebut.
Lipiyus juga mengatakan kondisi fisik Papua saat ini amat memprihatinkan. "Secara batin apalagi," ujarnya. Ia mengatakan banyak warga Papua merasa tidak aman berada di tanahnya sendiri.
"Jika ada yang mengatakan kondisi di sana baik-baik saja, mereka belum benar-benar pergi ke jantung Papua," ia menuturkan.
"Mereka ingin ketenangan. Tak ingin lagi mendengar tembakan baik itu dari aparat keamanan maupun gerilyawan," ujar Lipiyus.
M. ANDI PERDANA
Berita terkait
Mabes Polri Belum Usut Penyebar Kabar Bohong Tolikara
25 April 2016
Kepolisian mengungkapkan kerusuhan di Tolikara Papua merupakan kabar bohong.
Baca SelengkapnyaPolri Bantah Ada Kerusuhan di Tolikara
25 April 2016
Polri mengakui ada seorang pegawai Dinas Kependudukan yang meninggal.
Baca SelengkapnyaTolikara Rusuh Lagi, 1 Tewas 95 Rumah Dibakar
24 April 2016
Konflik Tolikara ini sudah terjadi sejak 9 April 2016 dan berlangsung hingga hari
ini.
Rusuh Tolikara, Hasil Uji Balistik: Bukan Peluru Polisi
8 September 2015
Selain melakukan uji balistik, Polda Papua juga sudah menggelar sidang pelanggaran disiplin terhadap personel Polres Tolikara.
Baca SelengkapnyaJokowi Minta Pelaku Kerusuhan di Tolikara Diproses Hukum
11 Agustus 2015
Jokowi minta agar pelaku, aktor, maupun aparat yang salah prosedur penanganannya harus diperiksa dalam kasus Tolikara.
Baca SelengkapnyaPresiden GIDI Minta Penyidikan Kasus Tolikara Dihentikan
11 Agustus 2015
Presiden GIDI minta Kapolda Papua menyerahkan proses penyelesaian masalah tersangka kepada gereja dan umat muslim Tolikara.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM: Temukan Aparat yang Menembak Warga Tolikara
10 Agustus 2015
Komnas HAM mendesak Menkopolhukam agar memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI mengusut penembakan Tolikara.
Baca SelengkapnyaRusuh Tolikara, Komnas HAM Temukan 4 Pelanggaran
10 Agustus 2015
Komnas HAM menemukan empat indikasi pelanggaran HAM pada kerusuhan di Tolikara.
Baca SelengkapnyaHasil Investigasi Tolikara, Komnas: Ada 4 Pelanggaran HAM
10 Agustus 2015
Pemerintah memastikan kerusuhan di Kabupaten Tolikara, Papua, tidak dipicu oleh isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca SelengkapnyaTolikara Pulih, Begini Proses Pembangunan Musala dan Ruki
10 Agustus 2015
Pembangunan 85 ruki dan musalah untuk menggantikan ruki dan musalah yang terbakar saat amuk massa pada 17 Juli lalu.
Baca Selengkapnya