TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Soeharto hari ini, Jumat, 27 Januari 2012, tepat empat tahun meninggal dunia. Partai Golkar yang dibesarkan oleh Presiden RI kedua itu mencoba kembali mendorong pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan gelar pahlawan nasional pada Soeharto.
Upaya yang dilakukan partai bergambar pohon beringin kali ini adalah memberikan penghargaan tertinggi Bintang Mahakarya Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR) pada acara puncak Hari Ulang Tahun ke-52 Ormas MKGR, Minggu, 15 Januari 2012 lalu. Penghargaan yang sama diberikan pada Presiden RI pertama, Soekarno. Apakah langkah yang ditempuh Golkar tepat di mata sejarawan?
Menurut sejawaran Anhar Gonggong, pemberian Bintang Mahakarya MKGR tidak ada hubungannya dengan mendorong pemerintah memberikan gelar pahlawan padanya. “Golkar kasih gelar silakan, tapi pemerintah berbeda,” kata Anhar saat berbincang dengan Tempo, Kamis malam, 26 Januari 2012.
Menurut Anhar, Golkar memberi gelar pada Soeharto adalah wajar karena dia berjasa membesarkan Golkar. “Kalau tidak memberi penghargaan malah berdosa,” katanya. Namun, di mata sejawaran dari Universitas Indonesia ini, Soeharto tak layak mendapat gelar pahlawan nasional.
“Saya tidak melihat bukan pada perjuangannya di pertempuran, tapi lebih pada nilai baik dan buruk yang menjadi pertimbangan masa depan. Tidak pantas gelar pahlawan diberikan pada orang yang telah melakukan korupsi pada negara,” kata Anhar.
Pahlawan, Anhar menegaskan, adalah seseorang yang dianggap sebagai orang yang tidak melakukan salah. Apabila indikatornya sudah berjuang dalam pertempuran, banyak yang seharusnya melakukan demikian.
“Bagi saya sebagai warga negara, terlebih sejawaran, tidak ada pengaruhnya penghargaan mahabintang dari Golkar. Terserah kalau generasi mendatang mau memberinya gelar pahlawan, tapi saat ini belum saatnya,” kata Anhar.
Setali tiga uang, sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto tidak tepat dilakukan di waktu sekarang. “Penolakan masih kencang,” kata Asvi saat diwawancarai secara terpisah.
Gelar pahlawan tidak bisa dicabut. Sehingga untuk memberikan gelar itu pada Soeharto, lebih dulu perlu membahas soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait pembantaian massal tahun 1965, pelanggaran HAM di Aceh dan Papua, serta kasus korupsinya.
“Kalau nanti sudah ditetapkan sebagai pahlawan ternyata suatu hari nanti terbukti terlibat kejahatan HAM, nanti akan merepotkan,” Asvi menjelaskan.
Apabila pemerintah telah menetapkan Soeharto tidak berlibat pelanggaran, lanjut Asvi, barulah bisa membicarakan soal pemberian gelar pahlawan. Menurutnya, butuh waktu sekitar satu generasi atau 20 tahun setelah meninggalnya. Soekarno saja butuh waktu 16 tahun setelah meninggal baru bisa mendapat gelar pahlawan proklamator berbarengan dengan Mohamnad Hatta.
Sebelumnya. Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, menyatakan pemberian penghargaan Bintang Mahakarya MKGR sebagai usaha Golkar memperjuangkan Soeharto sebagai pahlawan. Hal itu diungkapkannya saat pemberian gelar bintang mahakarya pada Soeharto. (baca: Golkar Anggap Soeharto Layak Terima Gelar Pahlawan)
Terkait soal gelar dari Golkar untuk Soeharto dan Soekarno, Asvi melihat langkah Golkar meniru cara yang pernah dilakukan Soeharto ketika memberi gelar bagi dirnya sendiri sebagai Jenderal Besar. Agar tidak risi Soeharto memberikan gelar itu berbareng dengan Jenderal Sudirman dan A. H. Nasution. Ketiganya dianggap berjasa pada negara dan posisinya setara. “Kali ini Golkar ingin menyamakan jasa Soeharto kepada negara dengan jasa Soekarno,” kata Asvi.
RINA WIDIASTUTI
Berita lain:
Mengenal Presiden Soeharto
Penghargaan Tertinggi Buat Soekarno dan Soeharto
Cicit Soeharto Diancam Empat Tahun Penjara
Radiasi Akibat Badai Matahari Aman Bagi Manusia
Anas Tersudut, Demokrat Limbung
Badai Matahari Serang Satelit, Sinyal Tetap Aman