Boediono: Masih Banyak Orang Australia yang Mencurigai Indonesia
Kamis, 10 Maret 2011 19:28 WIB
Menurut Boediono, tidak berlebihan bila dikatakan Australia dan Indonesia secara historis, kultural, dan politik sangat bertolak belakang. "Maka saya tidak heran, hubungan Jakarta-Canberra naik turun."
Meski demikian, Boediono menekankan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, hubungan kedua negara sudah jauh lebih membaik.
Eratnya hubungan itu, kata Boediono, antara lain ditunjukkan dengan terjalinnya berbagai kerjasama penting. Tahun 2006 misalnya, Indonesia-Australia menandatangani kerjasama keamanan yang dikenal dengan "Lombok Treaty".
"Harap dicatat, Indonesia tak pernah menandatangani kesepakatan seperti ini dengan negara mana pun sebelumnya," kata Boediono.
Kerjasama ekonomi pun, lanjut Boediono, makin membaik, meski saat ini bagi Australia, Indonesia baru menduduki ranking ke-12 dalam kelompok negara yang berhubungan dagang dengan Australia.
Dengan semua hubungan kerjasama itu, Boediono menegaskan bahwa masih banyak yang bisa dikembangkan oleh kedua negara.
"Sangat jelas, kita perlu bersama-sama mengembangkan kerjasama bilateral yang kokoh, agar tak mudah terjadi goncangan yang mengganggu hubungan kedua negara," katanya.
Di bagian lain pidatonya, Boediono menyadari memang masih banyak warga Australia yang belum cukup memahami perkembangan di Indonesia.
"Indonesia adalah negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, di mana Islam, demokrasi, dan modernisasi berjalan bersama-sama," katanya.
Dengan kondisi seperti itu, kata Boediono, hambatan tentu saja masih ada. "Namun dasar-dasar yang kokoh sudah terbentuk dengan cepat," kata Boediono lagi.
Boediono kemudian menyampaikan harapannya agar dialog antarbudaya yang sudah terjalin dalam program "BRIDGE" (Building Relationship Through Intercultural Dialog and Growing Engagement) terus didukung.
"Namun saya menyayangkan, kabar yang saya dengar, sekarang kampus-kampus mulai menutup kelas Bahasa Indonesia yang sebelumnya sudah berkembang," katanya lagi.
Menurut Boediono, perkembangan ini patut disayangkan, karena dia percaya bahwa hanya dengan membangun hubungan yang erat antara individu dengan individulah hubungan kedua negara bisa semakin kokoh.
Sebelum menyampaikan pidatonya, Boediono secara resmi menerima gelar doktor kehormatan di bidang ekonomi dari almamaternya tersebut. Boediono mendapat gelar sarjana ekonomi dari kampus ini pada tahun 1967 setelah mendapat beasiswa Colombo Plan.
Prosesi penyerahan gelar berlangsung khidmat. Prosesi diawali dengan masuknya para guru besar University of West Australia ke dalam ruang upacara.
Di tengah barisan, Boediono yang juga mengenakan toga melangkah tenang diapit para guru besar. Upacara ini juga dihadiri sekitar 70 orang pelajar dan mahasiswa Indonesia di Perth.
DARU PRIYAMBODO (Perth)