TEMPO Interaktif,
Jakarta - Pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Abu bakar Ba'asyir, didakwa dengan tujuh pasal berlapis dalam kasus dugaan aksi terorisme yang menjeratnya. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Senin (14/2), Ba'asyir diduga terlibat berbagai aksi terorisme. "Terdakwa telah mempersiapkan baik secara fisik maupun sumber daya manusia dengan serangkaian perbuatan," ujar Jaksa Penuntut Umum A. Muhammad Taufik dalam ruang sidang utama Oemar Seno Adji.
Dalam dakwaan setebal 93 halaman itu, jaksa menuding Ba'asyir melakukan perencanaan terhadap pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar, Nangroe Aceh Darusalam pada Februari 2010 lalu. Perencanaan ini bermula ketika Ba'asyir bertemu dengan terdakwa lainnya, Dulmatin, di sebuah ruko tak jauh dari pesantren yang dipimpinnya, Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Solo. "Dalam pertemuan tersebut terdakwa dengan Dulmatin merencanakan untuk mengadakaan pelatihan militer atau Tadrib Asykari," ujar jaksa. Pertemuan ini sendiri diperantarai oleh Ubaid, anggota Majelis Syuro JAT.
Usai pertemuan, lanjutnya, Ba'asyir meminta kepada Ubaid membicarakan pelatihan militer ini dengan Dulmatin dan juga Muzayyin alias Mustaqim, Ketua Hisbah JAT. Setelah pertemuan itu, Ubaid, Dulmatin dan Mustaqim pun mengadakan beberapa pertemuan untuk merencanakan pelatihan. Di antaranya adalah penunjukan Abu Tholut sebagai pimpinan pelatihan militer itu.
Selain merencanakan, Ba'asyir juga didakwa telah memberikan bantuan dana untuk pelatihan militer ini. Menurut jaksa, pada Maret 2009, Ba'asyir memberikan dana tunai sebesar Rp 5 juta kepada Ubaid untuk melakukan survei tempat pelatihan militer. Selain secara langsung, Ba'asyir juga memerintahkan Ubaid mengambil dana sebesar Rp 10 juta kepada Thoyib, bendahara JAT. uang sebesar Rp 15 juta ini lantas diberikan oleh Ubaid kepada Dulmatin di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ubaid, Abu Tholut, dan Dulmatin pun menggunakan uang ini menuju Aceh.
Ba'asyir juga dianggap telah melakukan provokasi pada Juli 2009. Saat itu, Ba'asyir yang tengah berada di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, berceramah di rumah Alex, Ketua Laskar Asykari JAT Sumatera Utara. Dalam ceramah itu, lanjut jaksa, Ba'asyir mengatakan bahwa untuk berjihad maka sebuah kelompok hharu memiliki wilayah yang dikuasai secara penuh untuk dijadikan markas atau tempat hijrah.
Dalam ceramah itu, kata Jaksa, pria kelahiran 17 Agustus 1938 ini pun menghalalkan fa'i, perampokan untuk mendanai jihad. "Fa'i ini ditujukan kepada semua orang kafir, yaitu orang-orang diluar Islam dan penmguasa atau Pemerintah yang beragama Islam namun tidak menjalankan syariat Islam," ujarnya, seperti dikutip jaksa.
Disamping itu, Ba'asyir juga diduga mendanai pembelian senjata api ilegal yang digunakan dalam pelatihan militer di aceh ini. Pada September 2009, menurut jaksa, Ba'asyir memerintahkan Ubaid untuk mengambil uang sebesar Rp 60 juta dari Thoyib. Pada Oktober 2009, Ba'asyir juga menelepon Ubaid untuk mengambil uang sebesar US$ 5 ribu dari rumahnya.
Menurut jaksa, total dana yang diberikan Ba'asyir kepada Ubaid berjumlah Rp 180 juta dan US $ 5 ribu. Uang ini kemudian diserahkan Ubaid kepada Dulmatin. Uang ini kemudian digunakan Dulmatin untuk membeli 24 pucuk senjata api berbagai jenis beserta magazin dan sejumlah amunisi. "Senjata api itu sudah dipesan sejak bulan maret 2009 oleh Dulmatin dari M Sofyan Tsauri," ujarnya.
Ba'asyir juga diduga membujuk sejumlah orang untuk menyumbangkan harta bendanya untuk kepentingan pelatihan militer itu. Di antaranya adalah Haryadi usman, anggota JAT Bekasi. Ba'asyir, ujar jaksa, menyampaikan rencana akan mengadakan i'dad (persiapan) untuk jihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah) yang membutuhkan dana besar. "Seusai permintaan terdakwa, Haryadi Usman menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta kepada Abdul Haris," ujarnya. Abdul haris, ketua JAT Jakarta, lantas menyerahkan uang ini kepada Ba'asyir.
Ba'asyir juga diduga pernah berkunjung ke Aceh dalam rangka pembentukan Tandzim Al Qaidah Serambi Mekkah. Pertemuan pada Januari 2010 itu berlangsung di dua tempat: kediaman Haris, Alias Saefudin dan kediaman Tengku Marzuki. Dalam pertemuan itu, Ba'asyir didaulat sebagai Amir atau pemimpin Tandzim Al-Qaidah. Sedangkan Abu Tholut didapuk sebagai ketua bidang militer atau Mas'ul Asykari.
Pada awal Februari 2010, Ba'asyir diduga pernah menerima laporan pertanggungjawaban pelatihan militer ini. Saat itu, Ubaid bersama dengan Abu Tholut menemui Ba'asyir di kantor JAT Jakarta untuk menunjukkan video rekaman pelatihan militer tersebut. Setelah pertemuan itu, Ba'asyir pun mengajak Ubaid untuk memperlihatkan video itu kepada Haryadi Usman, salah seorang donatur pelatihan militer, untuk meyakinkan Haryadi untuk memberikan dana.
Atas dakwaan ini, Ba'asyir dijerat dengan pasal 14 junto pasal 7, pasal 14 junto pasal 9 pasal 14 junto pasal 11, pasal 15 junto pasal 9, pasal 15 junto pasal 7, pasal 15 junto pasal 11 dan pasal 13 huruf a Undang Undang Anti Terorisme Nomor 15 tahun 2003.
Febriyan