Pemerintah Diminta Mengkaji Ulang Hubungan Dengan Australia
Reporter
Editor
Kamis, 17 Juli 2003 09:31 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan untuk mengubah strategi politik luar negerinya terhadap Australia dengan menjalin hubungan lebih erat ke negara-negara lain di Pasifik Selatan. Ini perlu dilakukan untuk mengimbangi campur tangan pemerintah Australia terhadap urusan dalam negeri Indonesia. Australia terlalu campur tangan, kata Astrid S. Susanto, politisi asal Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia, kepada wartawan usai rapat dengar pendapat antara Komisi Pertahanan dengan para peneliti Pusat Kajian Australia Universitas Indonesia, di gedung DPR, Jakarta Rabu (22/1). Astrid menilai selama ini pemerintah Indonesia terlalu mengulurkan tangan untuk menjalin hubungan bilateral dengan Australia. Kebijakan yang cenderung merugikan posisi tawar Indonesia ini telah berlangsung sejak zaman Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Reni Winata, ketua Pusat Kajian Australia, melihat gagasan itu sebagai hal yang mungkin dilakukan pemerintah untuk sementara waktu. Ia menyarankan pemerintah Indonesia untuk mengisolasi hubungannya dengan Australia. Namun pada saat yang sama pemerintah harus meningkatkan intensitas hubungan dengan negara-negara lain yang berada disekeliling Australia, seperti Papua Nugini, Timor Leste, dan Selandia Baru. Hal ini diamini oleh Arief Mudatsir Mandan, politikus asal FPPP. Ia mengaku telah sejak beberapa waktu lalu menyarankan kepada menteri luar negeri Hassan Wirajuda untuk menempuh strategi ini. Australia ini kadang-kadang macem-macem. Dalam artian kebijakan luar negerinya itu sangat tergantung pada Amerika. Jadi kita ambil jarak, kata dia kepada Tempo News Room. Menyikapi gagasan ini, Ketua Fraksi TNI/Polri Slamet Supriadi menanggapi dengan hati-hati. Ia melihat strategi itu bisa dilakukan untuk jangka pendek, tapi tidak untuk jangka panjang. Kita harus pertimbangkan seluruh aspek, kata dia. Astrid melihat bahwa pemerintah bisa menggunakan mekanisme ekonomi untuk mengurangi intensitas hubungan dengan Australia. Ia menyarankan pemerintah untuk mengurangi jumlah impor dari negeri Kangguru itu, seperti untuk produk susu, mentega, coklat dan gandum. Selain itu, untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining position), pemerintah juga bisa menolak permintaan Australia untuk menjadi anggota Association of South East Asian Nations (ASEAN). Australia jangan diterima menjadi anggota atau ikut serta dalam ASEAN plus. Kita tidak ada kepentingan dengan dia berada dalam kita, karena malah akan lebih merugikan, kata dia. Indonesia, lanjut dia, bisa menempuh strategi ini hingga Australia mengubah perilaku politik luar negerinya. Sudah waktunya dia (Australia) mengubah sikap, tegas dia. (Budi Riza--Tempo News Room)
Berita terkait
Duel Indonesia vs Thailand di Piala Thomas 2024, Aryono Miranat Minta Ganda Putra Waspada
1 menit lalu
Duel Indonesia vs Thailand di Piala Thomas 2024, Aryono Miranat Minta Ganda Putra Waspada
Aryono Miranat, mengingatkan pentingnya untuk mengantisipasi performa pasangan Thailand pada laga kedua kualifikasi Grup C Piala Thomas 2024.
PSI Sambut Baik Partai Luar Koalisi Gabung di Pemerintahan Prabowo-Gibran
5 menit lalu
PSI Sambut Baik Partai Luar Koalisi Gabung di Pemerintahan Prabowo-Gibran
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyambut baik partai-partai non-Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang ingin bergabung pasca penetapan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Menurut Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie, sikap tersebut mencontoh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.