TEMPO Interaktif, Denpasar:Sebanyak 70 orang pelaku pariwisata Aceh saat ini berada di Bali untuk mendapat pelatihan dan praktek langsung berhubungan dengan turis. Mereka itu terdiri dari 25 pemandu wisata sejarah dan budaya, 20 pengelola home industry souvenir dan 25 orang training staff serta stakeholder pariwisata.Kegiatan pelatihan dimaksudkan untuk mengantisipasi kegiatan wisata di Aceh pascatsunami Desember 2004. "Potensinya sangat besar karena Aceh sudah dikenal di seluruh dunia," kata Badrul Fadhil, manajer Tim Komunikasi Deputi Ekonomi dan Usaha BRR NAD-Nias, Selasa (18/3) di Kuta, Bali.Setelah tsunami, tak kurang 1.200 LSM lokal dan asing beroperasi di Aceh yang dinilai sebagai bentuk promosi gratis bagi Aceh.Sejumlah infrastruktur kini telah dibangun, seperti bandara dan pelabuhan laut serta akses jalan ke lokasi-lokasi wisata. Ada juga pembangunan obyek-obyek khusus, seperti monumen dan museum tsunami, museum batik Aceh, perbaikan lokasi kuburan massal. Rencananya, bencana tsunami memang akan dijadikan obyek wisata tersendiri, meskipun tujuan utamanya adalah untuk mengabadikan kenangan dari peristiwa bersejarah itu.Data dari Dinas Pariwisata Aceh, sedikitnya terdapat 400 obyek wisata, mulai dari keindahan pantai hingga air terjun di pegunungan. Sayangnya, sebagian obyek itu belum dikelola dengan baik karena perang yang berkepanjangan disusul tsunami."Karena itu kami akan fokus dulu ke soal kelembagaan," kata Mirzan Fuadi, Kepala Dinas Pariwisata Aceh. Adapun untuk anggaran, pada tahun 2008 ini alokasi dana pariwisata mencapai Rp 35 miliar belum termasuk dana BRR.Mengenai kesiapan masyarakat untuk menerima wisatawan, Fadhil mengakui masih ada kelompok yang menilai usaha itu akan lebih banyak mudharatnya. Namun, sedikit demi sedikit pandangan itu mulai berubah setelah melihat manfaat pariwisata untuk mendukung perekonomian Aceh.Kondisi Aceh yang menjadi daerah dengan otonomi khusus dan menerapkan syariah Islam, menurutnya, bukan halangan untuk mengembangkan pariwisata. Bahkan dapat menjadi daya tarik tersendiri dengan pengembangan pariwisata religiusnya.Rofiqi Hasan